SELAMAT DATANG

Senin, 04 Juni 2012

PUISI

Rabu, 13 Agustus 2008 pahlawan untuk indonesiaku demi negeri kau korbankan waktumu demi bangsa rela kau taruhkan nyawamu maut menghadang didepan kau bilang itu hiburan nampak raut wajahmu tak segelintir rasa takut semangat membara dijiwamu taklukkan mereka penghalang negeri hari-harimu diwarnai pembunuhan, pembantaian dihiasi bunga-bunga api mengalir sungai darah disekitarmu bahkan tak jarang mata air darah itu muncul dari tubuhmu namun tak dapat runtuhkan tebing semangat juangmu bambu runcing yang setia menemanimu kaki telanjang tak beralas pakain dengan seribu wangi basah dibadan kering dibadan kini menghantarkan indonesia kedalam istana kemerdekaan Diposkan oleh Andi Nur Muhammad Ichsan di Rabu, Agustus 13, 2008 Label: puisi karya andi_ic4nk PUSARA PAHLAWAN (buah karya: Kakanda) Tubuh-tubuh kaku terbujur sunyi terpancang tonggak bisu tak bernama tanah merah tanpa bertabur bunga tapi rela pahlawan terbaring di pusara. Ketika kejam peperangan merobek damai sepi kau angkat senjata tanpa dipinta melawan penindasan dan penjajahan demi bumi pertiwi. Ketika tangan tangan masih mampu mencekam mencengkeram jantung berdetak hati berderak kau pekikkan satu tekad: MERDEKA. Kau biarkan di sekujur tubuhmu luka nganga bertaut sendiri kau korbankan milikmu, hidupmu gugur satu-satu. Sebelum sempat kukalungkan bunga di lehermu aku sematkan bintang jasa di dadamu kau berlalu tanpa meminta balas jasa. Pahlawanku, ijinkan aku seka darah di luka tubuhmu aku hapus debu di telanjang kakimu sebagai rasa hormat dan terima kasihku. Pahlawanku, di atas pusaramu kutaburkan wangi bunga-bunga dan kuteteskan haru air mata. Kendal, Agustus ‘76 Puisi PRAJURIT JAGA MALAM oleh Chairil Anwar Feb 16, 2010 PRAJURIT JAGA MALAM Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu…… Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! BUKU HARIAN PRAJURIT BUKU HARIAN PRAJURIT Oleh: Mansur Samin Malam tengadah di atas kaca akan sepi bermukim asing di sini napas sisi jendela, jeriji besi-besi tua menghisap angin dingin atas kekerdilan hati Mengapa palu itu tak segera memutus apah mereka tahu aku bukan pembunuh hukum dunia mengnal noda untuk kira-kira dada bunda hanya kenal sorga atau neraka Malam tengadah di atas kaca jauh dari hati melebur hari-hari pergi kalung mentega, lonceng gereja dan layap mata diliput batin ini antara hidup dan mati kalaupun sesal tinggal dendam berbeda harap dengan permintaan Demi hukum keadilan, haii anak lajang! tabir dosa kekal adalah garis penyelesaian memberatimu saksi tangan, titik bukti tebal adakah misal satu-satunya kau kenal? Begitu hati, wahai hati yang takut mati sampaikan salam dunia dan diri sepi kuyup mata, ruang dahaga dan doa setiap bunda tiada mengharapkan dosa Demi hukum keadilan haii anak lajang! kami bawakan pelita melewati jalan-jalan sesal kitab suci, sumpah murni dan tangis hati akan memberkahi segi-segi yang bakal lahir Dalam pemeriksaan dan misal kelanjutan lenyap nilai jawab di tubuh jatuh terlentang Dari hati yang tersirat, pengadilan yang terhormat! aku bukan pembunuh Tuhan pun tahu hidup ini bermain pada kira-kira dan sia-sia dosa kita mencari bukti dalam misal Jika salamku hilang ke tengah dunia kasih pada hari-hari silam belum berakhir dengan dosaku dan kemelut tahun yang berduka tinggal garis henti, semua kata hilang arti (Konfrontasi, No. 32, 1959) PRAJURIT PUASISIH Tak ada kata yang terbuang Disaat kutampi dengan segenap ikhlas Tatkala malam menjadi lapuk Ditelan rembulan yang pekat Dan hampir saja aku dilahap waktu Dengan segala tiung yang bergaung Apakah selambat malam Aku terbangun dengan fajar Menyingsing hari Juadah dipatuk fatamorgana Yang berkutat dalam seribu alasan Rasanya aku telah menjadi prajurit puasisih Selalu malu dan tak mungkin bisa maju Kapan rembulan membisukan diri Dan sejak bila malam itu menjadi tilam Yang empuk untuk aku membagi mimpi Dengan segenap letihku yang tak berujung Bisa saja aku tertelan alam Hingga tertatih diri Negeri pantun, 19 Juni 2011 22.53 wib PRAJURIT JAGA MALAM Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! 1948 Siasat, Th III, No. 96 1949 Karya Chairil Anwar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar