SELAMAT DATANG

Kamis, 14 Juni 2012

MORFOLOGIS BAHASA BUGIS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa pada hakikatnya adalah bunyi. Dalam menggunakan bahasa, bunyi yang diucapkan berhubungan dengan arti tertentu. Seseorang yang menguasai bahasa tertentu dapat mengenal bunyi-bunyi itu dirangkaikan, sehingga merupakan ujaran yang bermakna. Demikian juga seorang penelaah/peneliti bahasa yang akan mendapatkan deskripsi atau hasil yang memuaskan, perlu mengetahui bunyi-bunyi bahasa dan pemakaiannya. Tanpa menguasai ilmu bunyi tersebut, mustahil akan mendapatkan hasil yang baik.
Bunyi-bunyi bahasa dalam suatu ujaran dapat diidentifikasi dengan metode atau teknik yang biasa digunakan dalam penelitian bahasa. Cabang linguistik yang mempelajari, menelaah, mengkaji bunyi bahasa pada umumnya disebut fonologi. Fonologi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, fonetik dan fonemik. Dua istilah inilah yang akan dikaji lebih lanjut. Pembicaraan tentang morfologi dan sintaksis suatu bahasa juga tidak terhindar dari data yang menyangkut fonologinya. Dalam hal ini, fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan bunyi bahasa yang mampu membedakan makna suatu kata. Masalah yang pertama kali dihadapi oleh sesorang dalam mempelajari bahasa lisan, terutama bahasa asing dan bahasa daerah, ialah masalah ucapannya. Sebelum mempelajari makna berbagai kata dan tata bahasa yang akan dihadapinya, terlebih dahulu ia harus mengenali bunyi-bunyi yang digunakan di dalamnya. Banyak bahasa di Indonesia yang mengarah kepada kepunahan. Bahasa-bahasa yang terancam punah diartikan sebagai bahasa-bahasa yang lingkup pemakaiannya sekarang ini mengalami penurunan yang sangat drastis. Penurunan ini dengan sendirinya menunjukkan bahwa pada kenyataannya kemampuan berbahasa penutur yang berusia di bawah 20 tahun sangat bervariasi, dari penutur yang sangat fasih dalam menggunakan bahasa mereka setiap hari sampai pada penutur dengan kemampuan bahasa secara pasif. Oleh karena itu pengkajian bahasa daerah perlu dilestarikan agar tidak mengalami kepunahan seiring dengan perkembangan zaman.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah bagaimana sistem fonologi dalam bahasa  bugis.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan sistem fonologi dalam bahasa bugis.
1.4 Manfaat
Manfat dalam penulisan makalah ini adalah ;
1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang sistem fonologi bahasa bugis.
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang sistem fonologi bahasa bugis.
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Fonologi
Secara garis besar fonologi adalah suatu sub disiplin dalam ilmu bahasa atau lnguistik yang membicarakan tentang bunyi bahasa. Secara etimologi fonologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Jadi fonologi adalah cabang dari linguistic yang menyelidiki ciri-ciri bahasa, cara terjadinya dan fungsinya dalam system kebahasaan secara keseluruhan. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibagi menjadi yaitu  Fonetik dan Fonemik. Fonem adalah kesatuan yang terkecil yang terjadi dari bunyi-ujaran yang dapat membedakan arti.
Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia. Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti.
Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
a. Alat Ucap
Bunyi-ujaran dihasilkan oleh berbagai macam kombinasi dari alat-ucap yang terdapat dalam tubuh manusia. Ada tiga macam alat-ucap yang perlu untuk menghasilkan suatu bunyi-ujaran, yaitu:
1. Udara : yang dialirkan keluar dari paru-paru.
2. Artikulator : bagian dari alat-ucap yang dapat digerakkan atau digeserkan untuk menimbulkan suatu bunyi.
3. Titik artikulasi : ialah bagian dari alat-ucap yang menjadi tujuan sentuh dari artikulator.
Dalam menimbulkan bunyi-ujaran /k/ misalnya, dapat kita lihat kerja sama antara ketiga faktor tersebut dia atas. Mula-mula udara mengalir keluar dari paru-paru, sementara itu bagian belakang lidah bergerak ke atas serta merapat ke langit-langit lembut. Akibatnya udara terhalang. Dalam hal ini belakang lidah menjadi artikulatornya, karena belakang lidah merupakan alat-ucap yang bergerak atau digerakkan, sedangkan langit-langit lembut menjadi titik artikulasinya, karena dia tidak bergerak, dia menjadi tempat tujuan atau tempat sentuh belakang lidah.
Yang termasuk alat-ucap adalah: paru-paru (tempat asal aliran udara), tenggorokan, di ujung atas tenggorokan ( laring ) terdapat pita suara. Ruang di atas pita suara hingga ke perbatasan rongga hidung disebut faring . Alat-alat ucap yang terdapat dalam rongga mulut adalah: bibir ( labium ), gigi ( dens ), lengkung kaki gigi ( alveolum ), langit-langit keras ( palatum ), langit-langit lembut ( velum ), anak tekak ( uvula) , lidah, yang terbagi lagi atas beberapa bagian yaitu: ujung lidah ( apex ), lidah bagian depan, lidah bagian belakang dan akar lidah.
Di samping rongga-rongga laring, faring dan rongga mulut sebagaimana telah disebutkan di atas, rongga hidung juga memainkan peranan yang penting dalam menghasilkan bunyi.
b. Pita Suara
Di ujung atas laring terdapatlah dua buah pita yang elastis yang disebut pita suara . Letak pita suara itu horizontal. Antara kedua pita suara itu terdapat suatu celah yang disebut glotis . Dalam menghasilkan suatu bunyi, pita suara itu dapat mengambil empat macam sikap yang penting:
1. Antara kedua pita suara terdapat celah ( glotis ). Celah ini pada suatu saat terbuka lebar , serta udara yang mengalir keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan sehingga tidak terdengar geseran sedikitpun. Bunyi yang dihasilkan dengan posisi ini adalah: /h/.
2. Kebalikan dari posisi di atas adalah sikap di mana pita suara tertutup rapat . Udara yang keluar dari paru-paru ditahan oleh pita suara yang tertutup rapat terbentang tegang menutup laring. Bunyi yang dihasilkan dengan sikap ini adalah bunyi hamzah ( glotal stop ). Bunyi ini biasanya dilambangkan dengan /?/, atau dalam ejaan lama dipergunakan tanda (').
3. Posisi yang ketiga adalah bagian atas dari pita suara terbuka sedikit ; udara yang keluar dapat juga menggetarkan pita suara. Segala macam bunyi-ujaran lainnya terjadi dengan sikap pita suara ini. Bila udara yang keluar itu turut menggetarkan pita suara maka terjadilah bunyi-ujaran yang bersuara ; bila pita suara tidak turut digetarkan maka terjadilah bunyi-ujaran yang tak bersuara.
4. Sikap yang keempat adalah bagian bawah dari pita suara terbuka sedikit . Dalam sikap ini kekuatan udara itu hilang atau berkurang sehingga segala macam bunyi-ujaran yang dihasilkan dengan sikap III berkurang juga. Peristiwa ini terjadi ketika berbisik.
c. Vokal
Bila dalam menghasilkan suatu bunyi-ujaran, udara yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan sedikit juga, kita mendapat bunyi-ujaran yang disebut vokal . jadi, Vokal adalah bunyi-ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan. Jenis dan macamnya vokal tidak tergantung dari kuat-lembutnya udara, tetapi tergantung dari beberapa hal berikut:
1. Posisi bibir.
Yaitu bentuk bibir pada waktu mengucapkan suatu bunyi. Bibir dapat mengambil posisi bundar atau rata.
     a. Bila bentuknya bundar terjadilah vokal bundar : o, u, a.
     b. Bila bentuknya rata terjadilah vokal tak bundar : i, e.
2. Tinggi-rendahnya lidah.
Lidah adalah bagian dari rongga mulut yang amat elastis. Jika ujung dan belakang lidah dinaikkan, terjadilah bunyi yang disebut vokal belakang, misalnya: u, o, dan a. Jika lidah rata, akan terjadi bunyi-ujaran yang disebut vokal pusat, yaitu e (pepet).
3. Maju-mundurnya lidah.
Yang menjadi ukuran maju mundurnya lidah adalah jarak yang terjadi antara lidah dan alveolum. Apabila lidah itu dekat ke alveolum, bunyi-ujaran yang terjadi disebut vokal atas, misalnya i dan u. Bila lidah diundurkan lagi, terjadilah bunyi yang disebut vokal tengah, misalnya e. Bila lidah diundurkan sejauh-jauhnya, terjadilah bunyi yang disebut vokal bawah, misalnya a
4. Diftong.
Sebelum membicarakan jenis ujaran lain yang disebut konsonan, perlu dibicarakan satu hal yang dalam Tatabahasa Tradisional disebut diftong. Menurut Tatabahasa Tradisional, diftong adalah dua vokal berturutan yang diucapkan dalam suatu kesatuan waktu¸ misalnya seperti yang terdapat dalam kata-kata ramai, pantai, pulau, dan sebagainya. Urutan vokal seperti dalam kata dinamai, ditandai, dll. tidak termasuk diftong, karena tiap-tiapnya diucapkan dalam kesatuan waktu yang berlainan.
Dalam tutur sehari-hari sering terjadi bahwa diftong itu dirubah menjadi satu bunyi tunggal (monoftong), misalnya: kata-kata pantai, ramai, pulau berubah menjadi pante, rame, pulo, dsb. Proses perubahan bunyi diftong menjadi monoftong dalam Tatabahasa Tradisional disebut monoftongisasi. Sebaliknya dapat terjadi bahwa kata-kata yang pada mulanya mengandung bunyi monoftong mengalami perubahan menjadi diftong, misalnya kata-kata sentosa dan anggota dirubah menjadi sentausa dan anggauta. Proses ini disebut diftongisasi.
Dalam Linguistik Modern pengertian diftong tidak digunakan lagi karena tidak sesuai dengan hakekat dari bunyi-bunyi tersebut. Bila kita secara tegas mencatat bunyi-bunyi tersebut dengan mempergunakan prinsip-prinsip Linguistik Modern, maka ada yang ada hanya urutan-urutan konsonan-vokal. Secara fonetis kata-kata tersebut di atas akan ditulis: /ramay/, /pantay/, /pulaw/, dan sebagainya.
d. Konsonan
Bila dalam menghasilkan suatu bunyi-ujaran, udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan, maka terjadilah bunyi yang disebut konsonan . jadi, Konsonan adalah bunyi-ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan.
Halangan yang dijumpai udara itu dapat bersifat sebagian yaitu dengan menggeserkan atau mengadukkan arus udara itu.
Dengan memperhatikan bermacam-macam factor untuk menghasilkan konsonan, maka kita dapat membagi konsonan-konsonan:
1. Berdasarkan artikulator dan titik artikulasinya.
2. Berdasarkan macam halangan udara yang dijumpai udara yang mengalir keluar.
3. Berdasarkan turut-tidaknya pita suara bergetar.
4. Berdasarkan jalan yang dilalui udara ketika keluar dari rongga-rongga ujaran.
1. Berdasarkan artikulator dan titik artikulasinya, konsonan-konsonan dapat dibagi atas:
a. Konsonan bi-labial, bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah bibir: /p/, /b/, /m/, dan /w/. Karena kedua belah bibir sama-sama bergerak, serta keduanya juga menjadi titik sentuh dari bibir yang lainnya, maka sekaligus mereka bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi.
b. Konsonan labio-dental, adalah bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulatornya: /f/ dan /v/.
c. Konsonan apiko-interdental, adalah bunyi yang terjadi dengan ujung lidah yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi sebagai titik artikulasinya: /t/ dan /n/.
d. Konsonan apiko-alveolar, adalah bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah sebagai artikulator dan lengkung kaki gigi sebagai titik artikulasinya: /d/ dan /n/.
e. Konsonan palatal, adalah bunyi yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah sebagai artikulator dan langit-langit keras sebagai titik artikulasinya: /c/, /j/, dan /ny/.
f. Konsonan velar, adalah bunyi yang dihasilkan oleh belakang lidah sebagai artikulator dan langit-langit lembut sebagai titik artikulasinya: /k/, /g/, /ng/, dan /kh/.
g. Hamzah (glottal stop), adalah bunyi yang dihasilkan dengan posisi pita suara tertutup sama sekali, sehingga menghalangi udara yang keluar dari paru-paru. Celah antara kedua pita suara tertutup rapat.
h. Laringal, adalah bunyi yang terjadi karena pita suara terbuka lebar. Bunyi ini dimasukkan dalam konsonan karena udara yang keluar mengalami gesekan.
2. Berdasarkan halangan yang dijumpai udara ketika keluar dari paru-paru, konsonan dapat pula dibagi-bagi atas:
a. Konsonan hambat (stop), merupakan konsonan yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru sama sekali dihalangi: /p/, /b/, /k/, /t/, /d/, dll. Dalam pelaksanaannya, konsonan hambat dapat disudahi dengan suatu letusan; dalam hal ini konsonan hambat itu disebut konsonan peletus atau konsonan eksplosif, misalnya konsonan p dalam kata pukul, lapar. Atau konsonan hambat itu dapat dilaksanakan dengan tidak ada letusan; maka hambat itu bersifat implosif, misalnya /t/ dalam kata berat, parit, dll.
Dengan cara sederhana dapat dikatakan bahwa hambat eksplosif terdapat bila suatu konsonan hambat diikuti vokal, sedangkan konsonan hambat implosif terjadi bila konsonan hambat itu tidak diikuti vokal.
b. Frikatif (bunyi geser) , merupakan konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari paru-paru digesekkan: /f/, /h/, dan /kh/.
c. Spiran, merupakan konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan berupa pengadukan diiringi bunyi desis: /s/, /z/, /sy/.
d. Likuida, atau disebut juga lateral , merupakan bunyi yang dihasilkan dengan mengangkat lidah ke langit-langit sehingga udara terpaksa diaduk dan keluat melalui kedua sisi: /l/.
e. Getar atau trill, adalah bunyi yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah ke alveolum atau pangkal gigi, kemudian lidah itu menjauhi alveolum lagi, dan seterusnya terjadi berulang-ulang dengan cepat, sehingga udara yang keluar digetarkan. Bunyi ini, yang dihasilkan dengan ujung lidah sebagai artikulator disebut getar apikal . Di samping itu dalam Ilmu Bahasa dikenal pula semacam bunyi getar lain yang mempergunakan anak tekak sebagai artikulatornya, dan yang bertindak sebagai titik artikulasinya adalah belakang lidah. Konsonan getar macam ini disebut getar uvular . Getar apikal dilambangkan dengan /r/, sedangkan getar uvular secara fonetis dilambangkan dengan /R/.
3. Berdasarkan bergetar tidaknya pita suara, konsonan terbagi atas:
a. Konsonan bersuara, jika pita suara turut bergetar: /b/, /d/, /n/, /g/, /w/, dan sebagainya.
b. Konsonan tak bersuara, jika pita suara tidak bergetar: /p/, /t/, /c/, /k/, dan sebagainya.
4. Berdasarkan jalan yang diikuti arus udara ketika keluar dari rongga ujaran, konsonan terbagi atas:
a. Konsonan oral, jika udaranya keluar melalui rongga mulut: /p/, /b/, /k/, /d/, /w/ dan sebagainya.
b. Konsonan nasal, jika udaranya keluar melalui rongga hidung: /m/, /n/, /ny, /ng/.

2.2 Fonologi Bahasa Bugis dan contohnya
Indonesia terkenal dengan banyaknya bahasa daerah.ada bahasa batak,bahasa sunda,bahasa jawa dan banyak lagi.Bahasa bugis adalah salah satu bahasa yang diantara sekian banyak  bahasa daerah di indonesia.sebagai sebuah bahasa tentu memiliki satuan bahasa yang membedakanya dengan bahasa lainya. Perbedaan ini bisa saja mencakup perbedaan  unsur fonetik, fonologi,morfologi,sintaksis dan semantik.oleh perbedaan inilah masing-masing bahasa menjadi khas dan unik.
Bahasa bugis merupakan bahasa sehari-hari bagi masyarakat suku bugis baik yang masih berada di daerah asal maupun yang sudah merantau di daerah lain tetapi masih aktif berbahasa bugis.bahasa bugis masuk dalam rumpun bahasa austronesia  dituturkan di indonesia daerah sulawesi selatan dengan jumlah penutur empat juta (di unduh dari http://ms.wikipedia.org/wiki/Bugis pada tanggal 23 oktober 2010)
Fonologi adalah bunyi yang di hasilkan dalam bahasa tertentu yang di implementasikan dalam bentuk simfoni tertentu yang  merupakan struktur bunyi dalam suatu bahasa (rocca dan johnson.1990) . setiap bahasa mempunyai pola fonologi yang berbeda-beda satu sama lanya,dalam analisis bahasa kali ini saya terfokus pada analisis sistem fonem dalam bahasa bugis.
Secara garis besar fonologi adalah suatu sub-disiplin dalam ilmu bahasa atau linguistik yangèmembicarakan ‘ bunyi bahasa ‘ . Lebih sempit lagi , fonologi murni membicarakan tentang fungsi , perilaku serta organisasi bunyi sebagai unsur-unsur linguistik ( lass,1988:2 ).pembahasan berikut memaparkan sistem fonologi dalam bahasa bugis yaitu deretan vokal,diftong dan konsonannya.
Inventarisasi fonem-fonem bahasa bugis dapat di bedakan atas fonem fokal, diftong, dan konsonan (Sikki,19991: 21).Inventarisasi bahasa-bahasa bugis tersebut selanjutnya di bahas sebagai berikut.
1.Fonem Vokal
Perlu di ketahui bahwa semua fonem fokal bahasa bugis merupakan bunyi yang bersuara, yang berarti bahwa dalam proses pengucapanya selaput suara selalu bergetar.
Berdasarkan deskripsi, bahasa bugis memiliki enam buah fonem vokal,yang berwujud fonem tunggal, yaitu /i/,/ è /, / a /, / e/, / u /, / o/.

Keenam fonem fokal bahasa bugis itu dapat di klasifikasikan dalam bentuk diagram sebagai berikut.

Depan
Tengah Belakang
Tinggi I
u
Sedang e

Rendah è a
o

Keterangan:
1. Fonem vokal /i/ berkedudukan sebagai fonem fokal depan, tinggi,tak bundar, dan kedudukanya simetris dengan fonem /u/.
2. Fonem vokal/è/  berkedudukan sebagai  fonem vokal depan, rendah, tak bundar dan kedudukanya simetris dengan fonem vokal /a/ dan /o/.ñ
3. Fonem vokal /a/ berkedudukan sebagai fonem vokal tengah, rendah, bundar,dan kedudukanya simetris dengan fonem vokal /è/  dan /o/.
4. Fonem vokal /e/ berkedudukan sebagai fonem vokal tengah,sedang,tak bundar.
5. Fonem fokal /u/ berkedudukan sebagai fonem belakang,tinngi,bundar, dan kedudukanya simetris dengan fonem vokal /i/.Fonem vokal /o/ berkedudukan sebagai fonem vokal belakang, rendah,bundar,dan keduduknya simetris dengan vokal /i/.
Untuk memperjelas perbedaan fonem /e/ dengan /è/  di perlukan penjelasan sebagai berikut:
Huruf è merupakan lambang fonem /ᶓ / (è taling)
Huruf e merupakan lambang fonem /ә/ (e pepet).
Distribusi fonem vokal
Fonem awal tengah akhir
/a/ [awu] ‘abu’ [waè]’ air’ [siaga]’beberapa’
/i/ [iko]’engkau’ [wine]’benih’ [api]’api
/u/ [uleŋ]’bulan [pue]’bela (me) [tunu:]’bakar’
/e/ [eniŋ]’kening [areiŋ]’beri’ [ceddè]’sedikit’
/è/ [è:luŋ]’awan,]’ [kègi]’dimana’ [lisè]’pulang’
/o/ [olokolo]’binatang’ [boro]’bengkak’ [malopo]’besar’
Keterangan:
a. Semua fonem vokal dapat menduduki posisi awal,tengah, dan akhir.
b. Vokal yang di panjangkan atau di tebalkan/di tebalkan bunyinya hanya dapat menduduki posisi akhir.Misalnya:
[utu:] ‘tindis’ di tuliskan /utu/
[utu] ‘kutu’ dituliskan /utu/
[palu] ‘kacau’ dituliskan /palu/
[sappa:]’bujursangkar’ di tuliskan /sappa/
[sappa] ‘ mencari’ dituliskan /sappa/
c. Perubahan bunyi vokal pada sandi dalam, dituliskan menurut ucapanya.
Misalnya:
[si:ta]’bertemu’ dituliskan /sita/
[ri:ta]’dilihat’ di tuliskan /rita/
[na:la]’di ambil’ dituliskan /nala/
Pasangan Minimal fonem-fonem vokal bahasa bugis
Pasangan minimal bahasa bugis adalah:
/i/  : /e/ [isi]’gigi’ : [isè]’ satu’
/a/  : /i/ [ula]’ular’ : [uli]’kulit’
/o/ : /a/ [koè]’disini’ : [kaè] ‘gali’
/u/ : /i/ [ulu]’ kepala’ : [uli]’kulit’
/a/ : /e/ [mata]’ mata’ : [mate]’ mati’
/u/ : /e/ [tulu]’ tali’ : [telu]’tiga’
/u/ :  o/                                    [èlluŋ]’ awan’ : [èlloŋ]’ leher’
/o/: /u/ [tolu]’tiga’ : [tulu]’tali’
Fonem Diftong
Diftong merupakan paduan  dua bunyi vokal dengan ciri khusus, yaitu terdapat luncuran (glide) yang di bentuk dari satu posisi vokal ke posisi vokal lain dan di hasilkan dalam satu suku kata (Ramlan,1986:76).
Dalam bahasa bugids memiliki tiga fonem diftong seperti tabel berikut iini:

Tabel fonem diftong bahasa bugis
/ae/ [waè]’air’ : [kaè]’ gali’

[iyaè]’ ini’ : -
/eu/ [lèu]’baring’ : -
/au/ [bau]’cium’ : [auw] ‘debu’
[atau]’ kanan’ : [ma:pau]’kta’(ber)
[dauculliŋ]’ telinga’ : -
[tau] ‘orang’ : [bauwa]’perut’


Sebagaimana tampak pada contoh,berdasarkan distribusinya,fonem diftong pada bahasa bugis terdapat pada posisi penultima dan ultima.
2.Fonem konsonan
Konsonan adalah bunyi yang di hasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat di saluran suara diatas glotiss (Kridalaksana,2001: 118).
Bahasa bugis memiliki 19 (sembilan belas) fonem konsonan (sikki,1991:28). Seperti yang digambarkan pada tabel berikut:
FONEM KONSONAN BAHASA BUGIS
Konsonan Labial Alveolar Palatal Velar Glotal
                     ts
Hambat    

                     s p
T K
B D

                    ts
Frikatif      
                     s
h

S
Nasal m
N Ŋ
                     ts                                    
Prenasal  
          s mb
Nd Ŋg

Ny
Lateral
L
Getar
R
Semi vokal W
Y

Distribusi fonem-fonem Konsonan bahasa Bugis
Fonem Awal Tengah Akhir
/b/ [baru]’baru’ [sibawa]’dengan’ -
/c/ [cèla]’ garam’ []bicu]’ kecil’ -
/d/ [dauŋ] ‘ daun’ [me:du]’jatuh’ -
/g/ [goso] ‘ gosok’ [magai]’bagaimana -
/h/ [hapus]’hapus’ [bhale]’ikan’ -
/j/ [jo?ka]’berjalan’ [maja]’buruk -
/k/ [komagai]’bilamana’ [olokolo]’binatang’ -
/l/ [lisè]’daging’ [èlluŋ]’ awan’ -
/m/ [malopo]’besar’ [rumpu]’rumput’ -
/n/ [niga]’siapa’ [tindro]’tidur pohon
/p/ [polo]’potong’ [manippi]’tipis’ -
/r/ [rèmpek]’lempar’ [ure]’akar’ -
/s/ [sio]’ikat’ [aseŋ]’nama’ -
/t/ [te:toŋ]’berdiri’ [bi:toèŋ]’bintang’ -
/w/ [waè]’air’ [sibawa]’dengan’ -
/y/ - [iyaro]’itu’ -
/ŋ/ - [uŋa]’bunga’ [madekeŋ]’hitung’
/ny/ - [mañawa]’napas’ -
/?/ [?ulèŋ]’bulan’ [jo?ka]’berjalan’ [ure?]’akar’
Keterangan:
a) Bahasa bugis memiliki dua fonem yang dapat menduduki posisi awal,tengah dan akhir,yaitu: /n/ dan /ŋ/.
b) Fonem hambatan tak bersuara glotal /?/ merupakan alofon fonem /k/ maka dilambangkan dengan huruf /k/.
c) Bunyi luncuran /w/ dan /y/ tidak di  tuliskan sebagai bunyi pelancar.misalnya /iyak/ ditulis /iak/.
d) Huruf rangkap /ny/ dan /ng/ bila melambangkan fonem tebal/panjang di hematkan penulisanya.misalnya: [
[aññarang]’kuda’ ditulis /annyarang/
[teŋa]’tengah’ ditulis /tennga/.

Pasangan minimal fonem-fonem konsonan bahasa bugis
Berdasarkan 200 kosa kata swadesh, pasangan minimal fonem-fonem konsonan bahasa bugis sangat  sedikit di dapatkan. Seperti dilihat pada contoh berikut.
/r/ : /t/ [baru] ‘baru’ : [batu]’batu’
/n/ : /b/ [ana?]’anak’ : [aga]’apa’
/r/ : /b/ [rua]’dua’ : [buah]’buah’
/l/ : /k/ [bulu]’gunung’ : [buku]’ tulang’
/h/ : /l/ [pohoŋ]’pohon’ : [polo]’potong’
/w/ : /s/ [awu]’abu’ : [asu]’anjing
























BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
fonologi adalah cabang dari linguistic yang menyelidiki ciri-ciri bahasa, cara terjadinya dan fungsinya dalam system kebahasaan secara keseluruhan. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibagi menjadi yaitu  Fonetik dan Fonemik. Fonem adalah kesatuan yang terkecil.
Dari segi kajian fonologi bahwa bahasa muna memiliki 6 buah fonem vokal yang terdiri atas fonem vokal panjang,fonem vokal pendek
/i/, /u/, /e/, /o/, /a/, dan /è/
Semua fonem vokal pendek dapat menduduki semua posisi,sedangkan vonem vokal panjang menduduki posisi tengah dan akhir kata.
Bahasa Muna memiliki 19 fonem konsonan yaitu:
/b/, /c/, /d/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, /t/, /w/, /y/, /ŋ/, /ny/, /?/















REFERENSI

http://www.slideshare.net/juniato/sistem-fonologi-bahasa-bugis-bone-sfbbb-kelompok-jun-adral-yos-final.Di unduh pada tanggal 23 oktober 2010
Lass,Roger.1984.Fonologi.Newyork:CambridgeUniversityPress.























Lampiran
200 KOSA KATA SWADESH BAHASA BUGIS
No Gloss Bugis Fonetik
1 Abu Awu [awu]
2 Air Wae [wae]
3 Akar Ure [ure?]
4 Alir (me) Massalo [massalo]
5 Anak Anak [ana?]
6 Angin Angin [angiŋ]
7 Anjing Asu [asu]
8 Apa Aga [aga]
9 Api Api [api]
10 Apung  (me) Mawang [mawaŋ]
11 Asap Rumpu [rumpu]
12 Awan Ellung [elluŋ]
13 Ayah Ambo [ambo]
14 Bagaimana Magai [ma’gai]
15 Baik Macoa [macoa]
16 Bakar Tunu [tunu]
17 Balik Lisu [lisu]
18 Banyak Maega [mae’ga]
19 Baring Leu [leu?]
20 Baru Baru [baŕu]
21 Basah Marica [marica]
22 Batu Batu [batu]
23 Beberapa Siaga [siaga]
24 Bela (me) Pue [pue]
25 Benar Tongeng [tonĵeŋ]
26 Bengkak Boro [boro]
27 Benih Wine [wine]
28 Berat Matane [matane]
29 Berenang Nange [naŋe]
30 Beri Areing [ařeiŋ]
31 Berjalan Jokka [jo?ka]
32 Besar Malopo [malopo]
33 Bilamana Komagai [komagai]
34 Binatang Olokolo [olokolo]
35 Bintang Bittoeng [bi:toeŋ)
36 Buah Buah [bua]
37 Bulan Uleng [?ul€ŋ]
38 Bulu Bulu [bulu]
39 Bunga Unga [u’nga ]
40 Bunuh Buno [ buno]
41 Buruh Lelung [ leluŋ]
42 Buruk Maja [maia ]
43 Burung Manu-manu [manu-manu]
44 Busuk Makebong [ma’keboŋ]
45 Cacing Bitok [bito]
46 Cium Bau [ bau ]
47 Cuci Bisai [ bisai ]
48 Daging Lise [ lise ]
49 Dan Sibawa [ sibawa ]
50 Danau Empang [ em’paŋ ]
51 Darah Dara [ dařa ]
52 Datang Pole [ pole ]
53 Daun Daun [ dauŋ ]
54 Debu Auw [ auw ]
55 Dekat Macawe [ ma‘cawe ]
56 Dengan Sibawa [ sibawa ]
57 Dengar Marengkalinga [ maŕeŋkaliŋa ]
58 Didalam Rilaleng [ ŕilal
59 Dimana Kegi [ kegi ]
60 Disini Koe [ koe ]
61 Disitu Koro [ koŕo ]
62 Pada Iga [ iga ]
63 Dingin Makici [ makici? ]
64 Diri (ber) Tettong [ te?toŋ ]
65 Dorong Sorong [ soroŋ ]
66 Dua Dua [ dua ]
67 Duduk Tudang [ tudaŋ ]
68 Ekor Ikkok [ i?ko ]
69 Empat Appa [ appa? ]
70 Engkau Iko [ iko ]
71 Gali Kae [kaƐ]
72 Garam Cela [ ce?la ]
73 Garuk Kakkang [ ka?kaŋ ]
74 Gemuk, lemak Lunra [ lunŕa ]
75 Gigi Isi [ isi ]
76 Gigit Anoko [ ăno?ko]
77 Gosok Goso [ goso ]
78 Gunung Bulu [ bulu ]
79 Hantam Jaguru [ ja?guru ]
80 Hapus Hapus [ hapus ]
81 Hati Hati [ hati ]
82 Hidung Inge [ iŋge? ]
83 Hidup Tuo [ tuo ]
84 Hijau Kudara [ ku’dara ]
85 Hisap Ngiso [ ŋgiso ]
86 Hitam Bolong [ boloŋ ]
87 Hitung Madekeng [ made’keŋ ]
88 Hujan Bosi [ bosi ]
89 Hutan Kalle [ ka?le ]
90 Ia Iko [ iko ]
91 Ibu Indo [ ind?o ]
92 Ikan Bhale [ bhale ]
93 Ikat Sio [ sio ]
94 Ini Iyae [ iyae ]
95 Istri Baine [ ba’ine ]
96 Itu Iyaro [ iyaŕo ]
97 Jahit Jahi [ jai ]
98 Jalan (ber) Lalang [ lalaŋ ]
99 Jantung Jantung [ jantuŋ ]
100 Jatuh Meddu [ me?du ]
101 Jauh Mabela [ mabela ]
102 Kabut Elung [ e‘luŋ ]
103 Kaki Aje [ aje ]
104 Kalau - -
105 Kami, kita Iyami [ iyami? ]
106 Kamu Iko [ iko ]
107 Kanan Atau [ atau ]
108 Karena Karena [ karena ]
109 Kata (ber) Mappau [ ma‘pau ]
110 Kecil Bicu [ bicu ]
111 Kelahi (ber) Lari [ lari ]
112 Kepala Ulu [ ulu ]
113 Kering Marakko [ mara’ko ]
114 Kiri Mabio [ mabio ]
115 Kotor Marota [ marota ]
116 Kuku Kanuku [ kanuku ]
117 Kulit Uli [ uli ]
118 Kuning Maridi [ ma‘ridi ]
119 Kutu Utu [  utu ]
120 Lain Laing [ laiŋ ]
121 Langit Langi [ laŋi? ]
122 Laut Tassik [ tassi ? ]
123 Lebar Maleba [ male᾽ba]
124 Leher Ellong [  elloŋ ]
125 Lelaki Urane [ uŕane ]
126 Lempar Rempek [reʾmpek]
127 Licin Malengengo [ maleŋgengo ]
128 Lidah Lila [ lila ]
129 Lihat Makkita [ makkita ]
130 Lima Lima [ lima ]
131 Ludah Miccu [ micu ]
132 Lurus Malempu [ malempu ]
133 Lutut Uttu [ u?tu]
134 Main Macule [ macule ]
135 Makan Mandre [ manŕe ]
136 Malam Wenni [ wenni ]
137 Mata Mata [ mata ]
138 Matahari Mataaso [ mataaso  ]
139 Mati Mate [ mate ]
140 Merah Cela [ cela ]
141 Mereka Iko [ iko ]
142 Minum Minum [ minuŋ ]
143 Mulut Timu [ timu ]
144 Muntah Tallua [ tallua ]
145 Nama Aseng [ aseŋ ]
146 Napas Manyawa [ manyawa ]
147 Nyanyi Makellong [ makkeloŋ  ]
148 Orang Tau [ tau ]
149 Panas Mapella [ mapἐlla]
150 Panjang Malampe [malampe ]
151 Pasir Kessi [ kἐssi]
152 Pegang Aketening [ aketeniŋ ]
153 Pendek Pance [ pance ]
154 Peras Peca [ peca ]
155 Perempuan Makundrai [ makunŕai ]
156 Perut Bauwa [ bauwa ]
157 Pikir Pikir [ pi‘kir]
158 Pohon Pohon [poʾhon]
159 Potong Polo [polo ]
160 Punggung Bongke [ boŋke ]
161 Pusar Posi [ posi ]
162 Putih Mapute [ mapute ]
163 Rambut Gimmi [ gimi? ]
164 Rumput Aruu [ aru: ]
165 Satu Sedi [ Śedi]
166 Saya Idi [ idi ]
167 Sayap Panni [ panni ]
168 Sedikit Cedde [ cedde ]
169 Sempit Maperri [ maperri ]
170 Semua Manneng [ manneŋ ]
171 Siang Esso [ esso ]
172 Siapa Iga [ iga ]
173 Suami Lakkai [ lakkai ]
174 Sungai Sallo [ salo? ]
175 Tahu Isseng [ isseŋ ]
176 Tahun Tahun [ ta‘uŋ]
177 Tajam Mattareng [ ma?tareŋ ]
178 Takut Mitau [ mituă]
179 Tali Tulu [ tulu ? ]
180 Tanah Tana [ tana ]
181 Tangan Jari [ jaŕi ]
182 Tarik Getteng [ getteŋ ]
183 Tebal Mompe [ mompe ]
184 Telinga Daucculing [ dautculliŋ ]
185 Telur Tello [ te ? lo]
186 Terbang Luttu [ luttu? ]
187 Tertawa Micawa [ micawa ]
188 Tetek Susu [ susu ]
189 Tidak Degaga [ de’gaga ]
190 Tidur Tindro [ tinřo ]
191 Tiga Telu [ telu ]
192 Tikam(me) Mitoddo [ mito?do ]
193 Tipis Manippi [ mani?pi ]
194 Tiup Werung [ weruŋ ]
195 Tongkat Tekkeng [ te‘keŋ]
196 Tua Matoa [matoa ]
197 Tulang Buku [ buku ]
198 Tumpul Makundru [ makuŋ‘ru]
199 Ular Ula [ula ]
200 Usus Parru [ pa ? ru ]




















Tugas
BAHASA DAERAH
SISTEM FONOLOGI DALAM BAHASA BUGIS













Oleh:
1. Sitti jumaida (A1B3 08047)
2. Evi (A1B3 080    )
3. La Ode Ulul Azmi (A1B3 080   )
4. Dwi Murwani (A1B3 080   )


PROGRAM STUDI PGSD
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010

RFERENSI
http://ms.wikipedia.org/wiki/Bugis pada tanggal 23 oktober 2010
Lass,Roger.1984.Fonologi.Newyork:CambridgeUniversityPress.



PENGANTAR SOSIOLOGI


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedinamisan merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat manusia. Kehidupan masyarakat manusia yang dinamis ditandai dengan perubahan-perubahan sosial dan budaya yang secara jelas dapat terlihat melalui berbagai benda hasil budaya dan aktivitas-aktivitas kehidupannya. Perubahan sosial budaya yang dialami manusia dapat dijelaskan sebagai proses penyesuaian hidup manusia dengan konstelasi yang ada, seperti yang ditegaskan oleh Gillin dan Gillin (Soekanto, 1994), perubahan sosial dapat dipandang sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebutuhan materil, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penumuan baru dalam masyarakat tersebut.
Perubahan yang dialami manusia bukanlah suatu penyimpangan, karena pandangan tersebut adalah suatu mitos yang perlu dihilangkan dari pandangan mengenai perubahan (Lauer, 1993).
Setiap perubahan sosial selalu mencakup pula perubahan budaya, dan perubahan budaya akanmencakup juga perubahan sosial. Sosiatri merupakan ilmu sosial terapan (applied science), yang dalam pengembangannya mengandalkan realita yang terjadi di dalam masyarakat, berkaitan dengan masalah sosial yang perlu diselesaikan (pandangan awal perkembangan) dan penyesuaian kebutuhan dengan sumber daya yang ada (pandangan hasil perkembangan). Realita dalam masyarakat yang terus mengalami perubahan memiliki dimensi perubahan sosial. Sementara itu, secara keilmuan, pengembangan kajian, penelitian, dan teori-teori baru juga dituntut dari sosiatri, baik melalui hasil kerja lapangan (penelitian dan proyek sosiatri), maupun melalui berbagai kegiatan seminar dan diskusi.
Aktivitas ilmiah mempermudah perubahan budaya. Inovasi baru di bidang keilmuan memperoleh ruang dan kesempatan formal. Kajian perubahan dalam sosiatri dapat dipadukan dengan konsep paradigma dari Khun (Ritzer, 1991).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana Konsep dasar sosiologi?
2. Ruang Lingkup Sosiologi dan Antropologi
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kosep dasar sosiologi dan ntropologi serta ruang lingkupnya dalam perkembangan kehidupan manusia.





























BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Sosiologi
1. Berdasarkan Etimologi (Kebahasaan/asal kata)
Secara kebahasaan nama sosiologi berasal dari kata socious, yang artinya ”kawan” atau ”teman” dan logos, yang artinya ”kata”, ”berbicara”, atau ”ilmu”. Sosiologi berarti berbicara atau ilmu tentang kawan. Dalam hal ini, kawan memiliki arti yang luas, tidak seperti dalam pengertian sehari-hari, yang mana kawan hanya digunakan untuk menunjuk hubungan di anatra dua orang atau lebih yang berusaha atau bekerja bersama.
dalam pengertian ini merupakan hubungan antar-manusia, baik secara individu maupun kelompok, yang  meliputi seluruh macam hubungan, baik yang mendekatkan maupun yang menjauhkan, baik yang menuju kerpada bentuk kerjasama maupun yang menunu kepada permusuhan. Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang berbagai hubungan antar-manusia yang terjadi di dalam masyarakat. Hubungan antar-manusia dalam masyarakat disebut hubungan sosial.
2. Definisi menurut para ahli sosiologi
Secara umum sosiologi dapat diberi batasan sebagai studi tentang kehidupan sosial manusia, kelompok dan masyarakat. Berikut dikemukakan definisi sosiologi dari beberapa ahli sosiologi.
a. Van der Zanden memberikan batasan bahwa sosiologi merupakan studi ilmiah tentang interaksi antar-manusia.
b. Roucek dan Warren mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antar-manusia dalam kelompok.
c. Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari: (1) hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya, (2) hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial, misalnya pengaruh iklim terhadap watak manusia, pengaruh kesuburan tanah terhadap pola migrasi, dan sebagainya, dan (3) ciri-ciri umum dari semua jenis gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat
d. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam bukunya yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Struktur sosial merupakan jalinan atau konfigurasi unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat, seperti: kelompok-kelompok sosial,  kelas-kelas sosial, kekuasaan dan wewenang, lembaga-lembaga sosial maupun nilai dan norma sosial. Proses sosial merupakan hubungan timbal-balik di antara unsur-unsur atau bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat melalui interaksi antar-warga masyarakat dan kelompok-kelompok. Sedangkan perubahan sosial meliputi perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur sosial dan proses-proses sosial.
3. Kegunaan Sosiologi dan Peran Sosiolog
Sebenarnya di mana dan sebagai apa seorang sosiolog dapat berkiprah, tidak mungkin dapat dibatasi oleh sebutan-sebutan dalam administrasi okupasi (pekerjaan/mata pencaharian) resmi yang dileluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Di beberapa negara telah muncul pengakuan yang kuat terhadap sumbangan dan peran sosiolog di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Horton dan Hunt (1987) menyebutkan beberapa profesi yang pada umumnya diisi oleh para sosiolog.
1. Ahli riset, baik itu riset ilmiah (dasar) untuk perkembangan ilmu pengetahuan ataupun riset yang diperlukan untuk kepentingan industry (praktis)
2. Konsultan kebijakan, khususnya untuk membantu untuk memprediksi pengaruh sosial dari suatu kebijakan dan/atau pembangunan
3. Sebagai teknisi atau sosiologi klinis, yakni ikut terlibat di dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan dalam masyarakat
4. Sebagai pengajar/pendidik
5. Sebagai pekerja sosial (social worker)
Di luar profesi yang telah disebutkan oleh Horton dan Hunt tersebut, tentu saja masih banyak profesi lain yang dapat digeluti oleh seorang sosiolog. Banyak bukti menunjukkan, bahwa dengan kepekaan dan semangat keilmuannya yang selalu berusaha membangkitkan sikap kritis, para sosiologi banyak yang berkarier cemerlang di berbagai bidang yang menuntut kreativitas, misalnya dunia jurnalistik. Di jajaran birokrasi, para sosiolog sering berpeluang menonjol dalam karier karena kelebihannya dalam dalam visinya atas nasib rakyat.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, keterlibatan para sosiolog di berbagai bidang kehidupan akan semakin penting dan sangat diperlukan. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat akan menuntut penyesuaian dari segenap komponen masyarakat yang menuntut kemampuan mengantisipasi keadaan baru. Para sosiolog pada umumnya unggul dalam hal penelitian sosial, sehingga perannya sangat diperlukan.
B. Ruang Lingkup Sosiologi dan Antropologi
Objek kajian sosiologi adalah masyarakat, dan masyarakat selalu berkebudayaan Masyarakat dan kebudayaan tidak sama, tetapi berhubungan erat. Masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi, dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi. Hal ini disebabkan hubungan erat antara kebudayaan dan masyarakat. Semut dan lebah bermasyarrakat, tetapi tidak berkebudayaan. Sehingga dapt sitarik kesimpulan bahwa masyarakat lebih mendasar dan merupakan tanah dimana kebudayaan itu tumbuh. Kebudayaan selalu berbentuk atau bercorak sesuai dengan masyarakatnya.
Menurut Ralph Linton, kata masyarakat menunjuk pada segolongan manusia yang pandai dan bekerja sama, sedangkan kata kebudayaan menunjuk pada cara hidup yang khas dari golongan manusia tersebut. Dengan kata lain, masyarakat merupakan fungsi-fungsi yang asasi dalam hubungan manusia, sedangkan kebudayaan adalah cara fungsi itu dilaksanakan. Masyarakat berhubungan dengan susunan dan proses hubungan antar manusia dan golongan, kebudayaan berhubungan dengan isi corak dengan hubungan yang ada. Karena itu, keduanya baik masyarakat dan kebudayaan penting bagi sosiologi dan antropologi. Hanya saja, penekanan antara keduanya berbeda.
Kedua spesialisasi ini sering digabungkan menjadi satuan bagian. Adapun bidang yang menjadi bahan kajian meliputi hal-hal berikut:
1. Sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.
2. Sejarah terjadinya berbagai bahasa manusia diseluruh dunia dan penyebarannya.
3. Masalah terjadinya persebaran dan perkembangan berbagai kehidupan diseluruh dunia.
4. Masalah dasar kebudayaan dalam kehidupan manusia dari suku-suku bangsa yang tersebar dimuka bumi sampai sekarang.
Sedangkan Kluckhohn juga menjelaskan perbedaan antara antropologi dan sosiologi yang merupakan disiplin ilmu yang sama-sama banyak menguraikan berbagai dimensi dalam kehidupan manusia. Ia menjelaskan bahwa para sosiolog dan antropolog melihat manusia secara berbeda.dengan lingkungannya. Sedangkan antropolog memandang bahwa manusia itu figur yang hidup ada pada lingkungan, serta figur yang cenderung melawan lingkungan, ia selalu berada dalam lingkungan sebagai variabel abadi, bisa diprediksi hanya dalam batas manusia itu sendiri, mudah diketahui hanya dalam sebuah seri virtual tanpa batas. Sementara itu, sosiolog lebih menilai manusia secara objektif, tidak melibatkan perasaan dan reaksinya. Antropologi budaya seringkali memusatkan perhatian untuk memahami manusia melalui perasaan dan reaksinya, manusia sebagai lazimnya manusia, bukan sebagai subjek.
Adapun persamaan antara sosiologi dan antropologi yaitu, sama-sama bertujuan untuk mencapai pengertian tentang azas-azas hidup masyarakat dan manusia pada umumnya. Sedangkan perbedaannya yaitu sebagai berikut:
1. Asal mula dan sejarah perkembangannya berbeda.
2. Perbedaan pengkhususan pokok dan bahan penelitian.
3. Metode dan masalah yang khusus.
4. Ilmu antropologi sosial sebagai himpunan bahan keterangan tentang masyarakat dan kebudayaan penduduk pribumi diluar Eropa untuk menjadi ilmu khusus, karena kebutuhan orang eropa untuk mendapat pengertian tentang tingkat-tingkat permulaan dalam perkembangan sejarah masyarakat dan kebudayaannya sendiri. Sebaliknya ilmu sosiologi mulai sebagai suatu filsafat menjadi ilmu khusus karena krisis masyarakat di Eropa memerlukan pengetahuan lebih mendalam mengenai azas-azas masyarakat dan kebudayaan sendiri.
Seorang manusia akan memiliki perilaku yang berbeda dengan manusia lainnya walaupun orang tersebut kembar siam. Ada yang baik hati suka menolong serta rajin menabung dan ada pula yang prilakunya jahat yang suka berbuat kriminal menyakitkan hati. Manusia juga saling berhubungan satu sama lainnya dengan melakukan interaksi dan membuat kelompok dalam masyarakat. Hal-hal tersebut dapat dikaji dengan pendekatan antropologi dan sosiologi.
Sosiologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata socius dan logos, di mana socius memiliki arti kawan / teman dan logos berarti kata atau berbicara. Menurut Bapak Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Menurut ahli sosiologi lain yakni Emile Durkheim, sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.
Sosiologi pengetahuan, sebagaimana menurut Collins Dictionary of Sociology (Jary&Jary, 1991 : 607-609), merupakan sebuah cabang sosiologi yang mengkaji proses-proses sosial yang melibatkan produksi pengetahuan. Salah satu tesis penting sosiologi pengetahuan, seperti yang dirumuskan Karl Manheim, adalah adanya kaitan antara pengetahuan dan kehidupan dan kesalingketerkaitan antara pikiran dan tindakan. Dengan demikian pengetahuan tidak pernah merupakan produk sosial yang bebas dari unsur-unsur nilai dan kepentingan, dan selalu berkait dengan keanggotaan kelompok dan lokasi dari individu-individu.
Max Scheler mungkin bisa disebut orang yang pertama kali mengembangkan pemikiran sosiologi pengetahuan (sociology of knowledge/wissenssoziologie), ia adalah filsuf dari Jerman pada dasawarsa 1920-an. Kemudian menyusul Karl Mannheim sebagai pelopor bagi terbangunnya kerangka teori sosiologi pengetahuan yang lebih kongkret dalam analisa sosiologi, dengan jelas ia menuliskannya kedalam bukunya Ideologi dan Utopia; Menyingkap Pikiran dan Politik. Sosiologi pengetahuan kemudian semakin memperoleh perhatian besar di Amerika ketika Peter L. Berger dan Thommas Luckmann menulis buku tentang sosiologi pengetahuan berjudul Social Construction of Reality (1966) yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul Konstruksi Sosial Atas Kenyataan; Suatu Risalah Sosiologi Pengetahuan (LP3ES,1990).
Secara langsung sosiologi pengetahuan memiliki hutang budi terhadap tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx, Max Weber, Emile Durkeim, dan terhadap tradisi pemikiran fenomenologi Huserl sampai Alfred Schuzt. Kenyataannya teori ini berusaha menengahi dari berbagai aliran yang berkembang dalam pemikiran ilmu sosial. Seperti usahanya dalam menghadapi kenyataan sosial, yang tidak hanya bersifat objektif atau subjektif an sich, tetapi lebih sebagai kenyataan sosial ganda yang melibatkan proses dialektis masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Sosiologi dan antropologi adalah objek ilmu manusia. Antropologi mempelajari budaya pada suatu kelompok masyarakat tertentu; ciri fisiknya, adat istiadat dan kebudayaannya sedangkan sosiologi lebih menitik beratkan pada manusia dan hubungan sosialnya. Antropologi lebih cenderung ideografik, srtinya cenderung deskriptif, grounded, induktif. Teori dalam antropologi lebih cenderung tebatas pada satu komunitas. Fokus studi antropologi lebih banyak pada nilai-nilai dan perilaku khas sebuah komunitas.
Oleh karenanya, banyak yang mengkritik antropologi bukan kategori sains. Para founding father ilmu sosial semisal Comte, Durkheim, terobsesi agar ilmu sosial bisa diakui sebagai sains. Karenanya mereka menyusun semacam "general principles" di mana pada dasarnya ada teori universal tentang gejala sosial sebagaimana ada teori unversal tentang alam. Muncullah istilah sosiologi untuk menunjukkan bahwa ilmu sosial adalah sebagai sebuah sains.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Sebaiknya kita sebagai calon guru dapat memahami pengertian, ruang lingkup, dan tujuan sosiologi pendidikan dan antropologi pendidikan di atas .
2. Sebaiknya kita dapat mengambil pelajaran dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosiologi dan antropologi pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. (1993). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Lauer, Robert H. (1993). Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Ritzer, George, dan Douglas J. Goodman. (2003). Teori-teori Sosiologi Modern. Jakarta: Predana Media.

Soekanto, Soerjono. (1994). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Soemardjan, Selo, dan Soelaiman Soemardi. (1974). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Soetomo. (1987). Ilmu Sosiatri: Lahir dan berkembang dalam Keluarga Besar Ilmu Sosial. Dalam Sosiatri, Ilmu, dan Metode. Ed. Agnes Sunartiningsih. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Sosiatri Fisipol UGM.
Sugiyanto. (2002). Lembaga Sosial. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Wirjosumarto. Sartono. (1978). Pengantar Ilmu Sosiatri. Yogyakarta: Fisipol UGM.
Siti Waridah Q. dan J. Sukardi-Isdiyono. (2004). Sosiologi kelas 1 SMA/MA. Jakarta: Bumi Aksara
Soerjono Soekanto. (2002). Mengenal 7 Tokoh Sosiologi. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
William A. Haviland diterjemahkan R. G. Soekajido. (1985). Antopologi. Surakarta: Gelora
Aksara Pratama. Wardi Bachtiar. (2006). Sosiologi Klasik. Bandung: Remaja Rosdakarya.





TUGAS


PENGANTAR SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI





OLEH
NAMA : NUR CAHAYATI
  STAMBUK   : A1 B3 07 025
   PRODI   : S1-PGSD

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSUTAS HALUOLEO
KENDARI
2010