SELAMAT DATANG

Rabu, 13 Juni 2012

KARAKTERISTIK TELEVISI

Karakteristik Televisi menentukan Karakteristik Bahasa Jurnalistik Televisi
Karakteristik Televisi menentukan Karakteristik Bahasa Jurnalistik Televisi
Kita saksikan bahwa karakteristik bahasa jurnalistik yang dikemukakan oleh para pakar jurnalistik di atas reletaif sama. Kita akan merangkum karakteristik-karakteristik bahasa jurnalistik televisi di atas, dan kemudian menjelaskan kaitannya dengan karakteristik televisi sebagai media berikut contohnya:
•    Menggunakan bahasa sehari-hari, gaya bahasa percakapan, atau kalimat tutur
Televisi adalah media audio-visual atau media pandang-dengar. Pemirsa memandang gambar dan mendengar narasi. Penyiar atau presenter atau reporter membacakan narasi atau narasi untuk pemirsa. Penyiar, presenter, atau reporter seolah tengah bercakap-cakap dengan pemirsa. Karena itu, kita harus menggunakan bahasa sehari-hari, bahasa percakapan, atau kalimat tutur dalam berita televisi yang kita buat. Bahwa bahasa jurnalistik televisi harus menggunakan gaya bahasa bertutur adalah juga untuk membedakannya dengan bahasa jurnalistik media cetak yang cenderung formal.
Contoh:
UNJUK RASA MAHASISWA DI GEDUNG D-P-R-D KOTA MEDAN/ DIWARNAI BENTROK DENGAN APARAT KEAMANAN/// (Formal, terutama pada kata ’’diwarnai.’ )
MAHASISWA BENTROK DENGAN APARAT/ KETIKA MAHASISWA BERUNJUK RASA DI DEPAN GEDUNG D-P-R-D KOTA MEDAN// (Bahasa tutur)
•    Menggunakan kata atau kalimat sederhana, menghindari kata asing, kata klise, istilah teknis, dan eufimisme
Sifat atau karakteristik televisi adalah jangkauannya yang luas. Itu artinya berita televisi menjangkau khalayak dari berbagai tingkat sosial-ekonomi. Jika untuk memperoleh informasi dari media cetak orang harus bisa membaca, untuk memperoleh informasi dari televisi orang tidak harus pandai membaca. Artinya, orang buta huruf pun bisa menonton berita televisi. Karena itu, bahasa jurnalistik televisi harus bisa dipahami oleh rata-rata penonton televisi. Bahasa yang dapat dipahami oleh rata-rata penonton televisi adalah bahasa yang sederhana, yang menghindari penggunaan kata asing atau istilah teknis yang belum umum.  Jika terpaksa menggunakan kata asing atau istilah teknis, upayakan menjelaskan arti atau maknanya.
Contoh 1:
KOMISI SATU D-P-R AKAN MEMINTA KLARIFIKASI PANGLIMA T-N-I BERKAITAN DENGAN DUGAAN KETERLIBATAN ANGGOTA T-N-I DALAM JARINGAN PERDAGANGAN SENJATA INTERNASIOAL/// (Bukan bahasa jurnalistik televisi yang baik, karena ada kata asing dan ’’klarifikasi.’’)
KOMISI SATU D-P-R AKAN MEMINTA PENJELASAN PANGLIMA T-N-I BERKAITAN DENGAN DUGAAN KETERLIBATAN ANGGOTA T-N-I DALAM PERDAGANGAN SENJATA INTERNASIONAL// (Bahasa sederhana)
Contoh 2:
KERUSUHAN POSO MELIBATKAN OKNUM ANGGOTA T-N-I// (Bukan bahasa jurnalistik televisi, karena ada kata ’’klise’’, yaitu oknum.)
KERUSUHAN POSO MELIBATKAN ANGGOTA T-N-I/// (Bahasa jurnalistik televisi)
•    Menggunakan kalimat pendek atau ekonomi kata
Kalimat panjang seringkali lebih sulit dimengerti dibanding kalimat pendek. Padahal, televisi bersifat sekilas dan satu arah. Artinya, ketika penonton tidak paham dengan berita yang kalimatnya terlampau panjang, dia tidak dapat mengulang mendengar berita tersebut. Lagi pula, kekuatan berita ada pada gambar. Jadi, buat apa menggunakan kalimat yang panjang-panjang. Selain itu, televisi mengutamakan kecepatan. Kalimat panjang hanya akan menjadikan alur berita berjalan lamban. Tetapi, jika suatu berita melulu terdiri dari kalimat-kalimat pendek, akan kedengaran membosankan.
Contoh:
PARA MAHASISWA BERENCANA AKAN MELAKUKAN UNJUK RASA MENENTANG KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK/ BESOK/// (Terdapat sejumlah kata mubazir)
BESOK/ MAHASISWA BERUNJUK RASA MENENTANG KENAIKAN HARGA HARGA BAHAN BAKAR MINYAK///kalimat panjang dipecah menjadi dua kalimat pendek)
•    Menghindari kalimat terbalik, subyek dan predikat berdekatan posisinya, jabatan mendahului nama pemangku jabatan
Karakteristik bahasa jurnalistik televisi yang seperti ini sangat terkait dengan karakteristik televisi yang bersifat sekilas dan searah. Jika menggunakan kalimat terbalik atau letak subyek dan predikat berjauhan, boleh jadi penonton lupa siapa mengatakan atau melakukan apa.
Contoh 1:
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO, PRESIDEN R-I, MEMERINTAHKAN ABURIZAL BAKRI, MENKO KESRA, MEMBERI GANTI RUGI KEPADA KORBAN LUMPUR LAPINDO DI SIDOARJO/ JAWA TIMUR// (Buruk, nama pemangku jabatan mendahului jabatan)
PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MEMERINTAHKAN MENKO KESRA ABURIAL BAKRI MEMBERI GANTI RUGI KEPADA KORBAN LUMPUR LAPINDO DI SIDOARJO/ JAWA TIMUR// (Baik, jabatan mendahukui pemangku jabatan)
Contoh 2:
INDONESIA HARUS BEBAS DARI KORUPSI,  KATA PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO// (Bukan bahaSa jurnalistik televisi karena subyek dan predikat terpisah letaknya)
PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO BERTEKAD INDONESIA BEBAS DARI KORUPSI// (Bahasa jurnalistik televisi)
Contoh 3:
MEMPROTES PENANGKAPAN REKANNYA OLEH POLISI/ SERIBUAN MAHASISWA BERUNJUK RASA DI POLDA METRO JAYA/// (Bukan bahasa jurnalistik televisi, karena anak kalimat mendahului induk kalimat)
SERIBUAN MAHASISWA BERUNJUK RASA DI POLDA METRO JAYA MEMPROTES PENANGKAPAN REKAN MEREKA OLEH POLISI/// (Bahasa jurnalistik televisi)
•    Menggunakan kalimat aktif, jangan menyembunyikan kata kerja yang kuat di balik kata benda
Kalimat aktif lebih memiliki kekuatan dibanding kalimat pasif. Kalimat aktif juga lebih dimengerti dibanding kalimat pasif. Karena televisi merupakan media yang mengandalkan kecepatan dan bersifat sekilas, penggunaan kalimat aktif membuat penontin lebih mudah memahami berita tekevisi.
Contoh 1:
PRESIDEN  TIDAK PEDULI DENGAN TUNTUTAN MAHASISWA/// (Kalimat negatif)
PRESIDEN MENGAMBAIKAN TUNTUTAN MAHASISWA (Bahasa jurnalistik televisi, karena menggunakan kalimat aktif)
Contoh 2:
LEDAKAN BOM TERJADI DI DEPAN KEDUTAAN BESAR AUSTRALIA DI JAKARTA/// (Kalimat pasif, menyembunyikan kata kerja yang kuat di balik kata benda)
BOM MELEDAK DI DEPAN KEDUTAAN BESAR AUSTRALIA DI JAKARTA/// (Kalimat aktif, menampilkan kata kerja yang kuat: kata ’’meledak’’)
•    Jangan terlampau banyak menggunakan angka-angka
Televisi, seperti telah berungkali kali dikatakan di sini,  bersifat sekilas. Jika kita terlampau banyak menggunakan angka-angka, apalagi angka yang terlampau detil, pemirsa sulit mengingat, apalagi memahaminya. Karena itu, berhati-hatilah dalam menggunakan angka-angka. Jangan menggunakan angka-angka yang terlalu detil. Penggunaan angka yang terlalu banyak dan detil juga membuat kalimat kita menjadi panjang. Padahal, seperti telah disebut di atas, kita sebaiknya menggunakan kalimat-kalimat pendek dalam berita televisi yang kita tulis.
Contoh:
SEBANYAK SERIBU SERATUS 5 PULUH LIMA MAHASISWA BERUNJUK RASA DI GEDUNG D-P-R/// (Buruk, angka-angka terlalu detil)
LEBIH DARI 100 MAHASISWA BERUNJUK RASA DI GEDUNG D-P-R/// (Baik, angka tidak detil atau dibulatkan)

10/04/2010 pada 11:37 pm (Bahasa Indonesia)
Tags: Kajian Semantik
1. Karakteristik Kalimat pada Koran
•    Kalimat pertama
Penanganan kasus Anggodo Widjojo oleh KPK bakal memasuki tahab baru. Pasalnya, lembaga antikorupsi tersebut memberikan sinyal akan menetapkan status tersangka kepada adik Anggoro Widjojo, bos PT Masaro Radiokom yang juga buron KPK, itu.
•    Kalimat kedua
Suasana Plaza Gedung Nusantara I DPR kemarin lain dari biasanya. Lampu-lampu kristal yang biasanya mati tak terpakai kemarin dinyalakan terang. Puluhan kursi berbalut kain putih dijajar di samping kiri pintu masuk plaza. Ruangan itu dipersiapkan sebagai tempat persemayaman sementara almarhum Marwoto.
•    Kalimat ketiga
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya menjatuhkan vonis kepada kepada mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Oentarto Sindung Mawardhi. Majelis mnilai Oentarto terbukti terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan alat pemadam kebakaran.
Dari ketiga kalimat diatas dapat diketahui ciri-ciri kalimat pada koran sebagai berikut:
1.    Singkat, artinya bahasa yang digunakan jurnalistik dalam koran menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele, terlihat pada ketiga kalimat.
2.    Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya.
3.    Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya.
4.    Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
5.    Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
6.    Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif. Namun seringkali kita masih menjumpai judul berita: Tim Ferrari Berhasil Mengatasi Rally Neraka Paris-Dakar. Jago Merah Melahap Mall Termewah di Kawasan Jakarta. Polisi Mengamankan Oknum Pemerkosa dari Penghakiman Massa.
7.    Bahasa yang digunakan dapat dimengerti oleh pembacanya. Fakta yang didapat menunjukkan bahwa penggunaan kata-kata berbahasa asing cukup rendah (1.99%), hal itu mungkin disebabkan jika frekuensi kata-kata berbahasa asing tinggi maka sulit dimengerti oleh orang awam
8.    Ide-ide yang disampaikan dalam media massa tidak perlu dijelaskan dengan sangat detil. Oleh karena itu, penjelasan ide-ide yang disampaikan dalam satu paragraf (1 ide pokok) tidak terlalu detil.
9.    Kata-kata tak bermakna dalam media massa sangat sedikit
10.  Seperti umumnya tulisan-tulisan berbahasa Indonesia, kata hubung seperti “yang”, “dan”, “di”, “pada”;  menduduki peringkat tertinggi dalam frekuensi penggunaan kata.
1.    1. Karakteristik Kalimat pada Karya Ilmiah
•    Kalimat pertama
Perkembangan teknologi semakin memasyarakat dikalangan anak didik. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi orang tua, karena punya anak yang tidak ketinggalan jaman. Orang tua menyadari akan pentingnya HP bagi anaknya dengan berbagai alasan. Sehingga HP, dewasa ini bukan barang mewah lagi atau bukan kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan primer.
•    Kalimat kedua
Di era digital seperti sekarang ini, handphone telah menjadi kebutuhan yang nyaris primer. Handphone sudah menjadi bagian dari keseharian yang mudah diakses bukan hanya bagi kalangan orang dewasa, anak-anak juga. Tak heran, anak-anak sekolah telah akrab dengan teknologi ini. Pada dasarnya, pengenalan anak pada HP bertujuan untuk mengenalkan anak pada alat komunikasi. Fungsi HP sama dengan telepon rumah yakni untuk menyampaikan pesan
•    Kalimat ketiga
Banyak fungsi yang bisa kita lakukan dengan mempunyai Handphone diantaranya digunakan untuk menyimpan informasi, membuat daftar pekerjaan atau perencanaan pekerjaan, mencatat appointment ( janji pertemuan ) dan dapat disertakan Rminder ( pengingat waktu ), kalkulator untuk perhitungan dasar sederhana, mengirim dan menerima email, mencari informasi dari internet, integrasi ke peralatan lain seperti.
Karakteristik kalimat pada karya ilmiah:
1.    Bermakna isinya
2.    Jelas uraiannya
3.    Berkesatuan yang bulat
4.    Singkat dan padat
5.    Memenuhi kaidah kebahasaan
6.    Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah
7.    Komunikasi secara ilmiah
8.    Jelas uraiannya
9.    Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat
10.  Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap
11.  Cendekia
Bahasa yang cendekia mampu membentuk pernyataan yang tepat dan seksama, sehingga gagasan yang disampaikan penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca.
12.  Obyektif
Sifat obyektif tidak cukup dengan hanya menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak, tetapi juga diwujudkan dalam penggunaan kata.
13.  Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Pilihan kalimat yang lebih cocok adalah kalimat pasif, sehingga kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari.
14.  Lugas
Dengan paparan yang lugas, kesalahpahaman dan kesalahan menafsirkan isi kalimat akan terhindarkan. Penulisan yang bernada sastra cenderung tidak mengungkapkan sesuatu secara langsung (lugas).
15.  Jelas
Ketidakjelasan pada umumya akan muncul pada kalimat yang sangat panjang. Dalam kalimat panjang, hubungan antar gagasan menjadi tidak jelas. Oleh sebab itu, dalam artikel ilmiah disarankan tidak digunakan kalimat yang terlalu panjang. Kalimat panjang boleh digunakan asalkan penulis cermat dalam menyusun kalimat sehingga hubungan antar gagasan dapat diikuti secara jelas.
16.  Bertolak dari gagasan
Penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis / pelaku.
17.  Formal
Tingkat keformalan bahasa dalam artikel ilmiah dapat dilihat pada lapis kosakata, bentukan kata, dan kalimat. Kosakata yang digunakan cenderung menggarah pada kosakata ilmiah teknis, yang jarang dipahami oleh masyarakat umum. Perlu kecermataan dalam memilih kosakata untuk artikel ilmiah.
Suatu karya tulis ilmiah biasanya banyak menggunakan kata-kata asing jika belum ada padanannya dengan bahasa Indonesia.
1.    2. Karakteristik Kalimat pada Perundang-Undangan
•    Kalimat pertama
Bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tentram dan tertib;
•    Kalimat kedua
Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili ditingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
•    Kalimat ketiga
Di negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Panasila an Undang-Undang Dasar 1945 keadilan, kebenaran, kepastian hukum, dan ketertiban penyelenggaraan hukum merupakan hal-hal pokok untuk menjamin kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk mengungkap pemakaian bahasa hukum dalam ketiga surat perjanjian, ditemukan beberapa pemakaian bahasa yang tidak benar, yang meliputi pemakaian ejaan dan tanda baca, pemakaian bentuk jamak diikuti pengulangan kata, pemakaian kata yang bersinonim, pengaruh unsur bahasa Inggris, pemakaian kata yang bersinonim, pemakaian bahwa di depan Subjek, pemakaian bentuk kata yang tidak sejajar, pemakaian kalimat yang panjang, dan pemakaian Dalam Hal dan Maka. Tampak pada kalimat pertama.
Pemakaian Ejaan dan Tanda baca
Bahasa ilmiah hendaknya memperhatikan penulisan ejaan dan tanda baca yang benar. Penulisan ejaan dan tanda baca yang benar menandakan penulis memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan dan mampu menggunakannya secara tepat untuk menyatakan maksudnya. Kadang kala pemakaian tanda baca yang tidak tepat dapat mengakibatkan makna yang disampaikan berubah. Salah satu tanda baca yang sering digunakan di dalam bahasa hukum, khususnya di dalam surat perjanjian adalah titik koma.Terlepas dari struktur kalimatnya, contoh  pada kalimat pertama.
Dalam kaidah bahasa Indonesia, tanda titik dua diganti titik satu pada kalimat lengkap yang diikuti perincian berupa kalimat lengkap pula, dan perincian diakhiri tanda titik. Oleh karena itu, pada kalimat pertama bukan titik dua yang mengakhiri kalimat, melainkan titik satu karena perincian berikutnya, yaitu kalimat kedua, merupakan kalimat yang sudah lengkap pula (mengandung unsur Subjek-Predikat-Pelengkap).
Di samping titik dua, penulisan di agaknya juga masih belum diperhatikan oleh penulisnya. Di- ditulis menyambung jika kata yang mengikutinya merupakan verba (kata kerja). Kata berimbuhan di- sebagai awalan dapat diubah ke dalam bentuk kalimat aktif. Contoh: divonis-memvonis. Jika tidak berdampingan dengan verba, di ditulis terpisah, misalnya di pengadilan, di atas. Dengan demikian, contoh pada kalimat kedua ditingkat diperbaiki menjadi  ditingkat.
Pemakaian bahwa di depan Subjek
Konjungsi bahwa (dari bahasa Inggris whereas) merupakan konjungsi yang banyak digunakan sebagai awal dari pernyataan hukum. Akan tetapi, perlu diperhatikan tidak semua awal pernyataan dapat diawali dengan bahwa.
Di dalam kalimat pasif kata bahwa merupakan penanda bahwa unsur yang menyertainya adalah anak kalimat pengisi subjek, seperti Bahwa dia tidak bersalah//telah dibuktikan. Kalimat itu dapat dipermutasi menjadi Telah dibuktikan bahwa dia tidak bersalah. Bahwa juga merupakan penanda subjek yang berupa anak kalimat pada kalimat yang menggunakan adalah, merupakan, atau ialah, seperti Bahwa percobaan itu gagal//merupakan risiko dia. Oleh karena itu, penggunaan bahwa sebaiknya ditiadakan sehingga dengan tegas kalimat itu menampakkan Subjek.
Pemakaian kalimat yang panjang
Kalimat yang panjang sehingga sulit dipahami maknanya terjadi karena ada  beberapa gagasan di dalam satu kalimat yang ditumpuk-tumpuk, seperti tampak pada contoh kalimat ketiga.
1.    3. Karakteristik Kalimat pada Internet
•    Kalimat pertama
“di kamar itu ada kursi, meja dan tempat tidur”
•    Kalimat kedua
“…melakukan aksi perlawanan. Sehingga, polisi menggunakan….”
•    Kalimat ketiga
“12 Orang Tewas Tertimbun Longsor”.
Kesalahan Penulisan
Dalam hal penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, media internet bisa dikatakan paling banyak melakukan pelanggaran. Hal itu utamanya dikarenakan penulisan berita di media internet dilakukan tergesa-gesa agar segera online (kejar tayang), apalagi jika wartawan yang menulisnya kurang atau tidak menguasai tata bahasa dengan baik dan benar.
Salah satu kesalahan penulisan yang banyak terjadi yaitu penulisan kata penghubung “dan”, yakni menulis kata “dan” di awal kalimat. Penulisan demikian jelas salah atau menyalahi kaidah tata bahasa. Pasalnya, kata penghubung harus digunakan untuk menghubungkan dua hal atau kalimat, bukan untuk mengawali sebuah kalimat.
Kesalahan penulisan itu terjadi, utamanya di kalangan wartawan/media, kemungkinan karena salah satu dari dua hal ini: kemalasan atau kebodohan. Sang wartawan malas mengecek ejaan atau penulisan yang baik dan benar sesuai dengan kaidah ahasa; atau memang ia (maaf) bodoh, tidak well educated, sehingga menulis semaunya. Kalau karena malas, tidak bisa dimaafkan. Jika karena bodoh, dapat dimaafkan, karena bisa diatasi dengan belajar atau diajari.
Sama halnya dengan wartawan/media yang masih saja menggunakan “kata-kata mubazir” dan “kata-kata jenuh” dalam penulisan berita, seperti penggunaan kata “sementara itu”, “dalam rangka”, “perlu diketahui”, “seperti kita ketahui”, “dapat ditambahkan”, “selanjutnya”, dan sebagainya. Hal itu karena dua hal tadi, malas atau bodoh.
Bukan hanya itu, kesalahan penulisan “dan” juga sering terjadi dalam cara penulisan “dan” ketika menghubungkan lebih dari dua hal/benda, seperti kalimat pertama: “di kamar itu ada kursi, meja dan tempat tidur” (tanpa koma). Mestinya, menurut Ejaan Yang Disempuranakan (EYD), harus menggunakan koma sebelum kata “dan”: “di kamar itu ada kursi, meja, dan tempat tidur”.
Ada juga kesalahan penulisan “sehingga” di awal kalimat. Contoh seperti pada kalimat kedua: “…melakukan aksi perlawanan. Sehingga, polisi menggunakan….”. Mestinya, “…melakukan perlawanan sehingga polisi menggunakan…”; atau “…melakukan perlawanan. Akibatnya, polisi menggunakan….”.
Pedoman penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar membahas juga soal kata-kata penghubung lain yang harus dihindari. Untuk menghubungkan dua klausa tidak sederajat, bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk “di mana” (padanan dalam bahasa Inggris adalah “who”, “whom”, “which”, atau “where”) atau variasinya (”dalam mana”, dengan mana”, “hal mana”, “dalam pada itu”, “yang mana” dan sebagainya).
Sering terlihat penulisan judul dengan awal angka/bilangan. Seperti pada kalimat ketiga, “12 Orang Tewas Tertimbun Longsor”. Mestinya, “Dua Belas Orang Tewas…” atau “Belasan Orang Tewas Tertimbun Longsor”. Lambang bilangan pada awal kalimat harus ditulis degan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat lagi pada awal kalimat. Misalnya, “Longsor Tewaskan 12 Orang”.
Gaya Bahasa Blog
Umumnya, blog merupakan “online diary” yang berisi catatan atau komentar blogger tentang berbagai masalah, baik isu-isu aktual (current issues) maupun fokus pada bidang tertentu, seperti makanan, fashion, dan lainnya.
Kaitannya dengan bahasa jurnalistik, sebenarnya bahasa jurnalistik “tidak wajib” diberlakukan untuk blog atau situs pribadi. Pasalnya, blog hakikatnya merupakan medium komunikasi bersifat privat (pribadi), seperti buku harian (diary), yang lazim menggunakan bahasa tutur dengan gaya komunikasi antarpribadi (interpersonal communication). Namun demikian, setidaknya para blogger atau gaya komunikasi antarpribadi pun tetap sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, minimal dalam penulisan kata baku (sesuai dengan EYD).
Penelusuran terhadap banyak blog atau media internet menunjukkan, masih sangat banyak penulisan kata yang salah atau tidak baku, seperti “himbau” (seharusnya: “imbau”), handal (andal), kongkrit (konkret), memperhatikan (memerhatikan), mempedulikan (memedulikan), anda (Anda), hapal (hafal), faham (paham), azas (asas), ijin (izin), apapun (apa pun), dimanapun (di mana pun), dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Jawa Pos. Selasa, 5 Januari 2010.
Irawan, Hendra. 26 September 2008. Penggunaan Handphone pada Siswa Menurunkan Prestasi dan Konsentrasi Belajar.
Fauzan, Achnad. 23 Agustus 2004. Himpunan Undang-Undang LengkapTentang Badan Peradilan.
•    Daftar Artikel
•    Lowongan
•    FAQ
________________________________________
Halaman Utama » Judul Berita di Surat Kabar
Judul Berita di Surat Kabar
Submitted by admin on Rab, 25/04/2007 - 2:06pm
Oleh: Raka Sukma Kurnia
Ketika membaca surat kabar, umumnya mata kita akan tertuju pada judul beritanya terlebih dahulu. Tatkala judul beritanya menarik, barulah kita meneruskan membaca artikel tersebut.
Memang harus diakui bahwa judul berita berperan penting untuk menggiring pembaca agar menelusuri isi berita yang disampaikan. Namun, kalau kita perhatikan, judul-judul dalam surat kabar itu bukanlah judul-judul yang baik. Coba saja simak judul-judul berita berikut yang diambil dari hari Rabu, 21 Februari 2007, dari tiga surat kabar berbeda.
a.    Yusril Tak Tuding Ketua KPK Korupsi ("Kompas", halaman 1)
b.    Kegagalan Pemerintah Ancam Keamanan Negara ("Kompas", halaman 2)
c.    Ketua DPR: Tindak Tegas Yusril! ("Solopos", halaman 1)
d.    Messi dan Eto`o perkuat Barca ladeni Liverpool ("Solopos", halaman 1)
e.    Presiden Harus Tertibkan Menterinya ("Seputar Indonesia", halaman 1)
f.    Il Divo Bius Penggemar Jakarta ("Seputar Indonesia", halaman 16)
Kalau melihat dari aspek kebakuan secara morfologis, judul-judul berita di atas bukanlah judul-judul yang baik. Mari kita lihat lebih mendalam.
Pada contoh (a), kata "tak" merupakan bentuk singkat dari "tidak". Lalu, meskipun kata "tuding" pada prinsipnya merupakan jenis verba atau kata kerja, tidaklah jelas apakah Yusril "menuding" (Ketua KPK) atau malah "dituding" (Ketua KPK). Bagi yang mengikuti berita ini dari siaran televisi, tentu dapat menjawabnya. Namun, andaikan kita tidak memiliki skemata (pengetahuan latar) tertentu mengenai kasus tersebut, judul tersebut tentu membingungkan.
Dengan melakukan pendekatan yang sama, kita bisa menilai bahwa contoh-contoh lainnya pun bukanlah judul yang baik. Pada contoh (c), misalnya, kata "menyerukan" atau "meminta", justru digantikan dengan tanda titik dua (:). Selain itu, penggunaan kata dasar "tindak" pada prinsipnya juga kurang tepat, seharusnya "menindak".
Kasus yang berbeda justru kita temukan di harian "Solopos" pada contoh (d). "Messi dan Eto`o perkuat Barca ladeni Liverpool" menjadi salah satu berita yang menghias halaman muka "Solopos" Rabu, 21 Februari 2007. Tidak seperti judul pada umumnya, huruf awal masing-masing kata tidak diawali dengan huruf kapital. Kalaupun hendak diposisikan sebagai kalimat, faktanya tidak ada tanda baca yang mengakhiri. Ada pula kata "perkuat" dan "ladeni", yang tidak diawali oleh huruf kapital. Padahal kedua kata tersebut tidak termasuk kata depan, juga bukan konjungsi.
Keenam judul berita itu sebaiknya ditulis sebagai berikut.
1.    Yusril Tidak Menuding Ketua KPK Melakukan Korupsi
2.    Kegagalan Pemerintah Mengancam Keamanan Negara
3.    Ketua DPR Meminta Pihak Berwajib untuk Menindak Tegas Yusril
4.    Messi dan Eto`o Memperkuat Barca Guna Meladeni Liverpool
5.    Presiden Harus Menertibkan Menterinya
6.    Il Divo Membius Para Penggemarnya di Jakarta
Meski demikian, faktanya model penulisan judul yang melesapkan (menghilangkan) prefiks maupun unsur kata lain tampaknya justru menjadi ciri khas tersendiri dalam penulisan judul surat kabar. Padahal, sebagaimana dikemukakan wartawan senior, H. Rosihan Anwar, bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku.
Setidaknya, ada beberapa alasan mengapa judul-judul yang disajikan justru menyalahi kaidah.
a. Penekanan aspek komunikatif
Penulisan judul berita tampaknya dibuat sedemikian rupa agar pembaca langsung dapat menangkap isi berita. Hal ini sangat bermanfaat bagi para penikmat berita yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk membaca.
b. Menghadirkan rasa ingin tahu pembaca.
Pelesapan unsur-unsur tertentu, terutama berupa kata, tak pelak lagi merupakan suatu cara untuk memikat pembaca. Seperti pada contoh (b), "Kegagalan Pemerintah Ancam Keamanan Negara". Pembaca tentu dapat bertanya, kegagalan dalam hal apa yang mengancam keamanan negara? Untuk mengetahuinya, tentu saja ia harus membaca berita selengkapnya.
c. Kebijakan pihak surat kabar.
Dalam kasus penulisan judul di "Solopos", pihak "Solopos" tampaknya menjadikan model penulisan judul yang sedikit menyerupai kalimat itu sebagai ciri khas mereka. Hal ini mungkin patut disayangkan karena jelas melanggar kaidah penulisan judul, bahwa setiap huruf pertama kata-kata yang menjadi judul karangan -- termasuk judul berita pada surat kabar -- harus ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata depan, partikel, dan konjungsi.
d. Peralihan media
Tidak jarang peralihan media penyampaian informasi menghadirkan nuansa bahasa yang berbeda. Selain berkenaan juga dengan tujuan penulisan judul tersebut, hal ini mungkin lebih tepat lagi bila ditujukan pada penyajian isi berita. Karena tidak jarang kita menemukan paragraf yang hanya terdiri dari satu kalimat.
Bagaimanapun juga, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang masih terus berkembang. Dan bahasa jurnalistik merupakan salah satu bentuk ragam bahasa yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah yang berlaku kadang juga berbeda dengan kaidah dalam penulisan ilmiah, yang sangat menjunjung kebakuan. Tidak heran bila di samping kaidah bahasa Indonesia yang baku, kita akan menemukan kaidah lain yang hanya baku bagi ragam bahasa jurnalistik. Alasannya, pertimbangan keberagaman pembaca, penekanan aspek komunikatif, di mana berita dapat disampaikan setepat-tepatnya, tampaknya menjadi hal paling penting. Mungkin itu pula sebabnya aspek tatabahasa, meskipun diperhatikan, bukan menjadi hal utama.
Sumber-sumber:
Anwar, Rosihan. 2004. "Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi". Yogyakarta: Media Abadi.
"Il Divo Bius Penggemar Jakarta", dalam "Seputar Indonesia", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 16.
"Kegagalan Pemerintah Ancam Keamanan Negara", dalam "Kompas", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 2.
"Ketua DPR: Tindak Tegas Yusril!" dalam "Solopos", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.
Koesworo, F.X., J.B. Margantoro, dan Ronnie E. Viko. 1994. "Di Balik Tugas Kuli Tinta". Surakarta: Sebelas Maret University Press dan Yayasan Pustaka Nusatama.
"Messi dan Eto`o perkuat Barca ladeni Liverpool", dalam "Solopos" Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.
"Presiden Harus Tertibkan Menterinya", dalam "Seputar Indonesia", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.
"Yusril Tak Tuding Ketua KPK Korupsi", dalam "Kompas", Rabu, 21 Februari 2007. Hlm. 1.
‹ Ikat Gagasan Anda dan Wujudkan Dalam Tulisan ke atas Kalau Sumur Sudah Kering, Bagaimana? ›
•    Login or register to post comments
•    6863 reads
»

gantyo:
BAHASA INDONESIA JURNALISTIK (2): KELIMPUNGAN
BAGAIMANA menulis produk jurnalistik (berita atau feature) rupanya belum diketahui para mahasiswa komunikasi-jurnalistik. Saat saya menugasi mereka membuat berita, karya yang dibuat para mahasiswa malah catatan pribadi semacam buku harian.

Banyak mahasiswa yang rupanya “kelimpungan” saat harus menulis berita menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik. Tata bahasa dan pedoman menulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar kerap mereka langgar.

Pelanggaran yang mereka lakukan  umumnya berkaitan dengan logika kalimat, penggunaan tanda baca, struktur kalimat, pemilihan kata, efisiensi kalimat, penggunaan huruf besar/kecil, dan kejelasan kalimat.

Setidaknya itulah kesimpulan sementara saya saat mengoreksi hasil tugas kelompok.

Di dalam kelas, saya mengevaluasi tugas-tugas para mahasiswa dan menunjukkan di mana letak kesalahan mereka, namun saya belum memberikan solusi bagaimana seharusnya menulis produk jurnalistik yang benar menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik yang memiliki karakter antara lain singkat, jelas, padat dan logis.

Berikut adalah koreksian saya atas hasil tugas mereka membuat berita. Saya hanya kutip sebagian yang saya anggap penting (karena kesalahan seperti ini sering diulang-ulang oleh para pemula, termasuk mahasiswa komunikasi-jurnalistik).

Karya asli mahasiswa I:

1. Kami menempuh perjalanan sekitar kurang lebih 1 jam. Pada saat di dalam busway, keadaan sangat penuh sehingga saya dan teman-teman harus
berdiri.

2. Ketika ia tahu bahwa dia di bawa ke ruang P3K dengan mobil kecil khusus (semacam mobil golf), ia pun langsung mendadak segar bugar dan menolak untuk di bawa ke ruang P3K. Alasannya ia malu karna banyak sekali orang di sana dan ia tidak mau menjadi pusat perhatian.

3. Sungguh kejadian yang membuat saya dan teman-teman saya ketawa geli kalau mengingatnya. Namun ada satu hal yang saya pelajari, bahwa ternyata teman-teman saya itu mempunyai solidaritas yang sangat tinggi terhadap satu sama lain.

Nomor 1, 2 dan 3 setelah diperbaiki menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik:

1. Perjalanan ke Dufan, kami tempuh sekitar satu jam. Bus Transjakarta yang kami naiki disesaki penumpang, saya dan teman-teman berdiri.

2. Saat mengetahui akan dibawa ke ruang P3K dengan mobil khusus, dia mendadak segar bugar. Ia menolak dibawa ke sana. Dia mengaku malu, karena di ruang P3K banyak orang. “Saya tidak mau jadi pusat perhatian,” katanya.

3. Mengingat kejadian itu, kami tertawa geli. Ada pelajaran yang bisa kami petik dari peristiwa itu, ternyata teman-teman memiliki solidaritas tinggi satu sama lain.

Karya asli mahasiswa II:

1. Andrew seorang mahasiswa Universitas Esa Unggul mempunyai pengalaman yang menarik dan bernilai. Saat masih SMA, Andrew mempunyai cita – cita untuk mempunyai motor. Rasa iri dalam hatinya saat melihat teman – temannya membawa motor sendiri kesekolah.

2. Andrew berulang kali meminta untuk dibelikan motor, namun orang tuanya tidak pernah mempedulikannya. Sempat dia merasa putus asa. Untuk terakhir kalinya Andrew mencoba lagi meminta untuk dibelikan motor sebelum kelulusan. Orang tuanya pun tergerak hatinya dan akan membelikannya dengan syarat harus mendapatkan rangking 1 saat kelulusan.

3. Tidak disangka saat dibacakan pengumuman, Andrew mendapatkan juara 1. Kedua orang tuanya sangat bangga terhadap anaknya. Tidak sia – sia usaha Andrew untuk giat belajar. Keinginanya untuk mempunyai motor pun langsung dikabulkan orang tuanya.

Nomor 1, 2 dan 3 setelah diedit menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik:

1. Andrew, mahasiswa Universitas Esa Unggul punya pengalaman menarik saat masih belajar di SMA. Ia ingin punya sepeda motor. Ia iri jika melihat teman-temannya naik motor ke sekolah.

2. Andrew berkali-kali minta sepeda motor kepada orang tuanya, tapi permintaannya tak pernah dipedulikan. Ia putus asa. Sebelum ujian sekolah, dia kembali mendesak orang tuanya agar membelikan motor untuknya. Kali ini ayah dan ibunya setuju dengan syarat Andrew harus bisa lulus dan berada di peringkat pertama.

3. Saat kelulusan diumumkan, Andrew lulus dan berada di peringkat pertama. Ayah dan ibunya bangga. Semangat belajar yang dilakukan Andrew tidak sia-sia. Orang tuanya langsung membelikan sepeda motor untuk Andrew.


Karya asli mahasiswa III:

1. Kisah ini diambil dari pengalaman teman sekelompok kami, Dewa Ngakan Kadek Wisnu Suryadika atau biasa dipanggil Dewa. Ketika itu ia masih bersekolah di sekolah menengah atas di Bali. Pada saat liburan sekolah Dewa berkunjung kerumah orang tuanya yang berada di Jakarta.

2. Saat itu keadaan menjadi ricuh. Dan tiba-tiba ada segerombolan penonton naik ke atas panggung dan menjarah peralatan band yang berada di atas panggung.

3. Dewa yang termaksud salah satu penonton pun juga ikut ditertibkan. Kemudian ada salah satu Brimop yang berdiri di dekat Dewa dan teman-temannya. Dewa yang saat itu masih remaja, mengajak Brimop tersebut bercanda layaknya Tukul Arwana sambil mengatakan “tak sobek sobek”, tetapi Brimop tersebut menanggapinya dengan serius, sehingga Dewa pun diberi pukulan oleh Brimop tersebut.

Nomor 1, 2 dan 3 setelah diolah menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik:

1. Cerita ini diilhami dari pengalaman Dewa Ngakan Kadek Wisnu Suryadika, teman kelompok diskusi kami. Ketika itu Dewa, begitu dia biasa dipanggil, masih bersekolah di SMA di Bali. Sewaktu liburan, Dewa berkunjung ke rumah orang tuanya di Jakarta.

2. Situasi saat itu kacau balau. Sekelompok penonton naik ke panggung dan menjarah peralatan band yang ada di sana.

3. Dewa yang cuma menonton jadi korban penertiban. Seorang anggota Brimob berdiri dekat dengan Dewa dan teman-teman. Iseng, Dewa mengajak sang Brimob bergurau. Menirukan Tukul, Dewa berkata: “Tak sobek-sobek.”  Anggota Brimob yang diajak bergurau bukannya tertawa, tapi malah memukul Dewa.


Karya asli mahasiswa IV:

1. Kisah ini saya angkat dari cerita salah satu anggota kelompok kami,  Vimala Saddhadhika. Ia dibesarkan dalam keadaan keluarga yang berkecukupan dalam arti walaupun orang tuanya hanya karyawan tapi semua tercukupi.

2. Keluarga Vimala sama seperti keluarga lain tapi yang membedakan adalah kedua orang tuanya adalah orang tua yang sangat disiplin, tegas dalam mendidik anak-anaknya.

3. Sebagai anak bungsu, orang tuanya tidak pernah membeda-bedakan, semua sama rata tidak ada pilih kasih.

Nomor 1, 2 dan 3 versi bahasa Indonesia jurnalistik:

1. Kisah ini terinspirasi dari peristiwa yang dialami Vimala Saddhadhika, anggota kelompok kami. Ia berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya hanya karyawan biasa, namun semua kebutuhan hidup tercukupi.

2. Keluarga Vimala sebenarnya sama dengan keluarga lain. Kalaupun ada perbedaan hanya dalam hal mendidik anak. Orang tua Vimala sangat keras dan tegas dalam mendidik anak-anaknya.

3. Sebagai anak bungsu, Vimala tidak pernah diperlakukan istimewa. Orang tuanya tidak pilih kasih.


Naskah asli mahasiswa V:

1. Tiba-tiba aku melihat seorang remaja yang sepertinya sebaya denganku sedang naik sepeda lalu jatuh tersungkur  tepat di depan rumahku. Isi tas plastik anak itu tumpah dan berhamburan keluar.

2. Aku pun melihat kaki anak itu terluka, maka aku memintanya mampir kerumahku agar lukanya bisa ku obati. Anak itu menyetujuinya dan kami pun masuk kerumahku.

3. Saat lulus SMP, cerita kami berlanjut. Kami di terima di SMA yang sama. Persahabatan kami pun semakin dekat. Hingga tak terasa, waktu kelulusan pun tiba.
   
Nomor 1, 2 dan 3 setelah menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik:

1. Mendadak aku melihat seorang remaja naik sepeda dan terjatuh tepat di depan rumahku. Isi tas plastik remaja itu berhamburan.

2. Kaki anak itu terluka. Aku meminta agar dia bersedia masuk ke rumahku untuk kuobati. Anak itu setuju dan kami masuk rumah.

3. Cerita pun berlanjut. Setamat SMP, kami masuk ke SMA yang sama. Kami semakin bersahabat, hingga kami lulus dari sekolah itu.


Naskah asli mahasiswa VI:

1. Kegagalan merupakan awal keberhasilan, Begitu banyak orang menggunakan istilah ini untuk membangkitkan seseorang dari keterpurukan. Joy(18), teman kampus memanggilnya., pria pendiam dan susah bergaul ini, merupakan pria yang sangat misterius dan sulit dimengerti.

2. Pria kelahiran medan , 21 February 1992. Memberanikan diri sesaat dia lulus dari sebuah sekolah swasta di daerahnya, datang ke pulau jawa berharap menemukan jati diri diriNya sebenarnya.

Nomor 1 dan 2 setelah menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik:

1. Kegagalan awal dari keberhasilan, begitu kata banyak orang. Di kampus, kami punya seorang teman. Joy, 18, begitu dia biasa dipanggil. Dia pendiam dan jarang bergaul, sehingga banyak teman yang mengatakan Joy sangat misterius, susah pula dimengerti.

2. Setelah lulus SMA, pria kelahiran Medan 21 Februari 1992 ini memberanikan diri merantau ke Pulau Jawa dengan harapan bisa menemukan jati dirinya.

Naskah asli mahasiswa VII:

1. Di sini saya akan menceritakan haru gembira saat sahabat ada dan sedihnya saat kita tanpa sahabat . kisah ini inspirasi dari seorang teman yang baru aku kenal di kampus,dia menceritakan sebuah kisah semasa di bangku SMA,semasa putih abu-abu yang penuh dengan kebersamaan,keceriaan,dan berbagi dalam suka  dan duka.

2. Ini cerita belum lama terjadi Aku bersama keempat sahabat Sisil,Arica,Rizka,dan Jani kita bersahabat hampir 2 tahun lamanya tepatnya di SMA 16 jakarta tidak hanya di sekolah kita kumpul.Sehingga sudah seperti saudara.sehati pula,di situ Aku merasakan benar-benar nyaman dengan mereka semua.

3. Di sini saya akan menceritakan suka duka punya dan tanpa sahabat. Kisah ini terinspirasi dari teman baruku di kampus.  Dia menceritakan pengalamannya saat di SMA yang katanya penuh dengan kebersamaan, keceriaan, suka dan duka.

Nomor 1, 2 dan 3 setelah menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik, kalimat di atas dapat disederhanakan menjadi seperti ini:

Peristiwa ini belum lama berlalu. Aku bersama empat sahabatku (Sisil, Arica, Rizka, dan Jani) menjalin persahabatan hampir dua tahun. Kami sama-sama belajar di SMA 16 Jakarta. Tidak hanya di sekolah kami berkumpul, sehingga kami seperti bersaudara, bersehati pula. Aku merasa nyaman bersama dengan mereka.


Karya asli mahasiswa VIII:

Sekelompok mahasiswa Universitas Esa Unggul (UEU) dari berbagai fakultas, setiap minggu siang menjalankan bimbingan belajar (bimbel) bagi anak-anak jalanan yang bermukim di sekitaran kampus mereka. Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari pada pukul 15.00 - 17.00 WIB, di gedung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), bagi anak-anak jalanan yang kurang mampu kegeiatan tersebut sebagai bentuk sumbangsih bagi masyarakat sekitar area kampus mereka. “Ilmu lebih berguna jika dibagikan, tidak hanya disimpan saja” kata Aszet, salah seorang mahasiswa yang ikut serta sebagai pengajar dalam kegiatan tersebut.

Kalimat di atas disederhanakan dengan bahasa Indonesia jurnalistik menjadi seperti ini:

Sekelompok mahasiswa dari berbagai fakultas Universitas Esa Unggul setiap Minggu siang memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak jalanan yang tinggal di sekitar kampus mereka.

Aktivitas tersebut berlangsung pukul 15.00-17.00 di gedung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Bagi para mahasiswa, kegiatan ini merupakan sumbangsih mereka terhadap masyarakat tidak mampu yang berada di sekitar kampus.

“Ilmu lebih berguna jika dibagikan, jangan cuma disimpan saja,” kata Aszet, mahasiswi yang juga bertindak sebagai pengajar bimbel.


Karya asli mahasiswa IX:

“Mengajar sosial adalah salah satu gol setting dalam hidup kita”, itulah yang dikatakan pembimbing belajar kami (Billy, 27). Pendidikan bisa didapatkan dimana pun, bukan hanya dibangku sekolah, awal bimbel ini ada disebabkan teman saya “Silvi” ketika ingin membeli makan siang didekat kampus UKRIDA, disana ada 5 anak kecil yang bermain dipinggir jalan dan silvi memulai percakapan dengan anak-anak kecil itu. Setelah mengetahui apa alasan yang membuat mereka bermain disaat jam biasa anak-anak masih sekolah, Silvi pun berfikir untuk bimbingan belajar kepada 5 anak tersebut.   


Kalimat panjang lebar di atas disederhanakan menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik menjadi seperti ini:

“Mengajar untuk kepentingan sosial adalah salah satu goal setting dalam hidup kita,” kata Billy, 27, pembimbing belajar kami.

Pendidikan bisa diperoleh di mana saja, bukan hanya di sekolah.

Bimbingan belajar (bimbel) bagi anak-anak jalanan bermula saat teman saya Silvi akan makan siang di dekat kampus Ukrida.

Di sana ia melihat ada lima anak kecil sedang bermain di tepi jalan. Silvi lalu bercakap-cakap dengan anak-anak itu.

Setelah mengetahui alasan mengapa anak-anak itu bermain di sana pada saat jam sekolah, Silvi pun berpikir untuk membuka bimbel untuk kelima bocah tersebut.


Karya asli mahasiswa X:

Berikut ini merupakan sepenggal kisah menarik dari salah satu anggota kelompok 1 yaitu Adi Victory menurut kami kisahnya dapat menginspirasikan bagi pembacanya termasuk kelompok kami sendiri.

Ayah dan Ibu saya memberikan saya banyak nilai-nilai kehidupan dalam hidup saya, terlebih Ayah saya yang selalu mendidik saya dengan caranya. Sehingga dari kecil saya sudah belajar untuk berjualan, menurut pandangan Ayah saya, berjualan itu dapat membuka wawasan kita dalam mencari peluang usaha, salah satu mimpi Ayah saya adalah saya menjadi pengusaha yang sukses.
   

Menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik, kalimat mahasiswa di atas bisa seperti ini:

Berikut sepenggal kisah menarik Adi Victory, salah seorang anggota kelompok 1. Kisahnya sangat inspiratif tidak saja buat pembaca, tapi juga kami.

Ayah dan ibu memberikan banyak nilai kehidupan kepada saya, apalagi ayah yang selalu mendidik saya dengan caranya sendiri.

Sejak kecil, saya dididik ayah agar berani berjualan. Menurut ayah, berjualan dapat membuka  wawasan guna mendapatkan peluang.

Ayah bermimpi suatu saat saya bisa menjadi pengusaha sukses.


Naskah asli mahasiswa XI:

Sejak Juni 2011 Karina Giovani atau biasa di panggil Kerin, mulai menyisihkan sebagian gaji yang di diterimanya setiap bulan demi menonton sebuah konser girlband Korea SNSD yang akan di selenggarakan Maret 2012 nanti. Kerin yang saat ini menjadi mahasiswa Universitas Esa Unggul Fakultas Komunikasi ternyata pernah memiliki cita-cita menjadi seorang dokter, walaupun sudah di terima oleh salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta dan mendapat beasiswa, ia tetap tidak menerimanya, dikarenakan ia berfikir bahwa kuliah itu akan memakan waktu lama dan pelajarannya yang tidak mudah.

Direvisi menggunakan bahasa Indonesia:

Karina Giovani (Kerin) sejak Juni 2011 menyisihkan sebagian gajinya untuk menonton konser SNSD, girlband asal Korea yang akan pentas di Jakarta Maret 2012.

Kerin adalah mahasiswa fakultas komunikasi Universitas Esa Unggul. Perempuan ini sebelumnya pernah bercita-cita menjadi dokter dan diterima di sebuah perguruan tinggi swasta.

Meskipun mendapat beasiswa, Kerin mengurungkan melanjutkan kuliah di fakultas kedokteran. Alasannya, sekolah dokter memerlukan waktu lama dan pelajarannya tidak mudah.

Naskah asli mahasiswa XII:

Kelulusan SMA, saatnya untuk murid-murid SMA mencari perguruan tinggi sesuai dengan keingannya atau orangtuanya dan ada juga yang menunggu undangan dari Universitas. Nabila. Seorang murid lulusan SMAII Pb.Soedirman2 Bekasi ini telah menetapkan pilihannya pada satu Universitas swasta di daerah Jakarta timur. Ia memilih perguruan tinggi ini karena jurusan yang ia inginkan ada di dalamnya dan perguruan tinggi ini salah satu yang terbagus dalam pengadaan jurusan ini, yaitu sastra Jepang.

Setelah direvisi menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik:

Setelah lulus, saatnya bagi para siswa SMA mencari perguruan tinggi sesuai dengan keinginannya sendiri atau memenuhi saran orang tua. Sebagian menunggu undangan dari universitas.

Nabila, lulusan SMA Negeri II Bekasi menetapkan pilihan untuk melanjutkan kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta Timur.

Dia memilih perguruan tinggi ini karena punya jurusan sastra Jepang, di samping berkualitas.


Naskah asli mahasiswa XII:

Permainan mobil-mobilan atau miniatur mobil adalah sebuah permainan yang digemari oleh anak-anak. Untuk anak-anak hal itu memang cukup bisa membuat mereka gembira, tetapi tidak sedikit kalangan dewasalah yang lebih banyak menggemari permainan ini.

Seiiring berkembangnya teknologi, permainan tamiya bisa menjadi hobi yang mempunyai daya tarik tersendiri para pecinta tamiya. Salah satunya Fadil, mahasiswa dari salah satu Universitas swasta di Jakarta yang berawal dari hobi merakit tamiya untuk mengisi waktu luang, sekarang hobi itupun menjadi ladang uang baginya.

Setelah diubah menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik:

Mobil-mobilan mini dan tamiya adalah mainan yang disukai anak-anak, namun orang dewasa ternyata juga menggemarinya.

Seiring berkembangnya teknologi, bermain tamiya menjadi semakin menarik bagi sebagian orang, bahkan Fadhil, mahasiswa sebuah universitas swasta di Jakarta menjadikan hobinya (memodifikasi tamiya) sebagai lading untuk mencari uang.


Bukan Harga Mati

Harga matikah alternatif koreksian dosen yang mengacu kepada bahasa Indonesia jurnalistik? Tentu saja tidak, sebab bahasa, ragam apa pun sangat dinamis. Fakta atau peristiwa bisa kita “rekayasa” sedemikian rupa berdasarkan selera kita yang di dunia pers dikenal dengan istilah kebijakan atau style pemberitaan. Soal perekayasaan fakta menjadi berita ini telah saya kupas dalam buku saya yang baru terbit, “Merekayasa Fakta Menjadi Berita-Kreatif Menulis Efektif Menggunakan Bahasa Indonesia.”

Mahasiswa saya anjurkan memiliki buku itu, sebab pada saat ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS), buku tersebut akan saya jadikan panduan dalam membuat soal ujian. Buku ini sangat membantu para mahasiswa agar mahir menulis produk jurnalistik (berita, feature dan lain-lain) menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik.

Saya tentu berharap evaluasi saya atas tugas-tugas mahasiswa yang  saya paparkan di atas dapat memotivasi mahasiswa untuk terus tekun belajar dan berlatih menulis. Pengetahuan saja belum cukup. Pengetahuan baru akan memberikan hasil jika dipraktikkan. Karena itu, bergeraklah.**


Tidak ada komentar:

Posting Komentar