SELAMAT DATANG

Rabu, 23 Mei 2012

jurnalistik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
        Media massa, khususnya televisi (TV) telah memasyarakat. Menurut KBBI (2001:919) televisi adalah pesawat sistem penyiaran gambar objek yang bergerak yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar, digunakan untuk penyiaran pertunjukan, berita, dan sebagainya. Televisi sebagai pesawat sistem penyiaran gambar bergerak yang disertai bunyi merupakan media komunikasi modern. Televisi disebut sebagai media yang modern karena dirancang dengan menggunakan teknologi modern. Di dalam program acara televisi terdapat proses komunikasi, yakni terdapat proses pesan yang disampaikan dari sumber (TV) kepada penerima serta jalannya pesan melalui media massa (TV) dapat mempengaruhi masyarakat penerimanya.Di dalam komunikasi terdapat pesan yang disampaikan dan pesan tersebut merupakan informasi. Inilah yang dimaksud bahwa televisi sebagai media informasi.
        Televisi sebagai media informasi mempunyai dampak negatif dan dampak positif bagi masyarakat. Dampak negatif dan dampak positif tersebut berkaitan dengan program acara yang dibuat oleh orang-orang yang terlibat dalam pembuatan acara televisi. Dampak negatif yang disebabkan oleh program acara televisi lebih menonjol daripada dampak positifnya. Hal inilah yang menjadi permasalahan, sehingga dibutuhkan solusi yang tepat untuk mengurangi dampak negatif televisi. Permasalahan dan pencarian solusi yang tepat inilah yang menyebabkan penulis tergerak untuk membahas dampak televisi sebagai media informasi.



1.2 Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang ada, masalah-masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Bagaimanakah karakteristik televisi?
2.    Bagaimana prinsip menulis untuk televisi?
3.    Bagaimana kode etik teevisi itu sendiri?

1.1    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.    Menjelaskan karakteristik televisi.
2.    Menjelaskan prinsip menulis untuk televisi.
3.    Menjelaskan tentang kode etik televisi.

1.2    Manfaat penulisan
Berdasarkan tujuan penulisan makalah ini, maka dapat di ambil manfaat, yaitu:
1.    Mampu menjelaskan karakteristik televisi.
2.    Mampu menjelaskan prinsip menulis untuk televisi.
3.    Mampu menjelaskan tentang kode etik televisi.









BAB II

PEMBAHASAN

Televisi telah mampu menghipnotis khalayak pemirsa dengan kekuatan bahasa yang dimilikinya. Seperti ditegaskan Mcluhan, jangankan materi isinya, dengan kehadiran bentuk medianya saja, televisi televisi tela mempengaruhi sikap dan prilaku kita.Sebagian aktivitas kita, bahkan nyata-nyata telah dikendalikan televisi. Lewat sajian suara dan gambar sekaligus, televisi telah membawa kita tamasya ke semua tempat di dunia hanya dalam hitungan detik dan menit. Menulis untuk televisi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:1. Karakteristik Televisi 2. Prinsip Menulis Untuk Televisi 3. Kode Etik Televisi.

2.1    Karakteristik Televisi
a)    Bersifat tidak langsung
        Televisi adalah satu jenis dan bentuk media massa yang paling canggih dilihat dari sisi teknologi yang digunakan, dan paling mahal dilihat dari segi investasi yang ditanamkan. Televisi sangat bergantung pada kekuatan peralatan elektronik yang sangat rumit. Sifat padat teknologi dan padat modal inilah yang menyebabkan televisi sangat kompromistik dengan kepentingan pemilik modal serta nilai-nilai komersial arus kapitalisme global.

b)    Bersifat satu arah
        Menurut teori komunikasi massa, kita sebagai khalayak televisi bersifat aktif dan selektif. Jadi meskipun siaran televisi bersifat satu arah tidak berati kita pun menjadi pasif. Kita aktif mencari  acara yang kita inginkan. Kita selektif untuk tidak menonton semua acara yang ditayangkan.


c)    Bersifat terbuka
        Televisi ditujukan kepada masyarakat secara terbuka keberbagai tempat yang dapat dijangkau oleh daya pancar siaranya. Artinya, ketika siaran televisi mengudara, tidak ada lagi apa yang disebut pembatasan letak geografis, usia biologis, dan bahkan tingkatan akademis khalayak. Karena bersifat terbuka, upaya yang dapat dilakukan para pengelola televisi untuk mengurangi ekses yang timbul mengatur jam tayang acara. Ada yang pagi, siang, sore, malam, dan ada pula yang larut malam.

d)    Publik tersebar
        Khalayak televisi tidak berada di suatu wilayah, tetapi tersebar di berbagai wilayah dalam lingkup lokal, regional, nasional, dan bahkan internasional.

e)    Bersifat selintas
        Pesan-pesan televisi hanya dapat dilihat dan didengar secara sepintas. Siaranya tidak dapat dilihat dan didengar ulang oleh pemirsa kecuali dalam hal-hal khusus seperti pada adegan ulang secara lambat atau dengan alat khusus seperti perekam video cassette recorder(VCR). Sifatnya yang hanya dapat dilihat sepintas ini, sangat mempengaruhi cara-cara penyampaian pesan. Selain harus menarik, bahasa pesan yang disampaikan televisi harus mudah dimengerti dan dicerna oleh khalayak pemirsa tanpa menimbulkan kebosanan (Wahyudi, 1986:3-4).

2.2    Prinsip Menulis Untuk Televisi
        Menulis untuk televisi Pada dasarnya untuk mata dan telinga sekaligus. Gambar boleh bagus, tajam, dan kontras. Tetapi kalau tidak disertai suara atau kata-kata, maka tetap saja gambar itu hanya layak disebut gambar bisu. Bahasa televisi, dirancang secara teknis untuk memadukan gambar, kata-kata dan suara sekaligus pada saat bersamaan. Morissan(2005:90-111) misalnya, dalam jurnalistik televisi mutakhtir memaparkan 15 prinsip penulisan naskah ber
ita televisi agar sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik, yaitu sebagai berikut:

a)    Gaya ringan bahasa sederhana.
        Tulislah naskah dengan gaya yang ringan dan bahasa yang sederhana sehingga dapat dibaca dengan singkat dan mudah. Suatu berita mungkin mengandung informasi yang rumit, namun tugas reporter untuk menyederhanakan informasi itu sehingga mudah dimengerti tanpa harus kehilngan maksud dan tujuannya.

b)    Gunakan prisip ekonomi kata.
        Prisip ekonomi kata adalah prinsip penggunaan kata-kata secara efektif dan efisien. Penggunaan kata dan kalimat tidak boleh berlebihan, yaitu hanya sebatas yang diperlukan untuk bisa menyampaikan informasi yang sejelas mungkin.

c)    Gunakan ungkapan lebih pendek.
        Gunakan kata atau ungkapan yang lebih pendek, contoh menggelar aksi unjuk rasa diganti dengan berunjuk rasa atau berdemonstrasi.

d)    Gunakan kata sederhana.
        Naskah televisi harus bisa dengan mudah dimengerti oleh orang yang memiliki kosakata yang terbatas, karena itu digunakan kata atua ugkapan sederhana sehingga dapat didengar masyarakat luas.

e)    Gunakan kata sesuai kontek.
        Gunakan kata sesuai dengan kebiasaan memperhatikan konteks penggunaanya, khususnya dalam berita yang terkait dalam hukum.

f)    Hindari ungkapan bombastis.
        Hindari ungkapan yang biasa, hiperbola atau bombastis. Contohnya, hancur, berantakan, ludes dilalap si jago merah, luluh lantak, gegap- gempita, hilang tak berkekas, pecah bekeping-keping, segudang pengalaman, sejuta persoalan, terkejut setengah mati.

g)    Hindari istilah teknik tidak dikenal.
        Sebisa mungkin hindari singkatan atau atau istilah teknik birokratis, yuridis, dan militerisik yang tidak umum dikenal, kecuali yang sudah sangat umum digunakan masyarakat. Jika kata-kata tersebut terpaksa digunakan, serta penjelasannya. Contoh: JPU(jaksa penuntut umum), BKO( bawah koordinasi operasi).

h)    Hindari ungkapan klise dan eufemisme.
        Hindari ungkapan klise dan eufemisme yang bisa menyesatkan. Untuk ungkapan klise, contoh: memasyaratkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat, si jago merah, buah simalakama, bertekuk lutut. Untuk eufemisme contohnya: penyesuaian harga, (kenyataanya kenaikan harga), diamankan (kenyataanya ditahan).

i)    Gunakan kalimat tutur.
        Kalimat-kalimat yang terdapat pada naskah berita hendaknya merupakan kalimat tutur atau percakapan yang akrab dan santai. Namun bukan percakapan yang acak-acakan gramatikanya dan tidak akurat seperti sering terjadi dalam percakapan pasar.

j)    Reporter harus objektif.
        Kalimat berita haruslah objektif. Dalam menyampaikan atau menulis pernyataan sumber, reporter tidak boleh terkesan terlibat atau larut dalam retorika sumber. Reporter harus tetap sebagai pemantau yang netral dan objektif.

k)    Jangan mengulangi informasi.
        Jangan mengulangi informasi yang sudah disampaikan dalam intro kebagian lain dari naskah berita. Kesalahan ini sering dilakukan reporter pemula. Yang perlu diingat bahwa naskah berita itu dimulai dari kata pertama intro hingga kata terakhr dibagian penutup berita.

l)    Istilah harus diuji kembali.
        Istilah-istilah harus terus-menurus diuji kembali apakah masih relevan dan kontekstual dengan situasi yang berkembang. Seperti istilah di negara dunia ketiga a(third world countries) dulu sering digunakan oleh media barat. Namun kini istilah itu telah digantikan dengan istilah negara yang berkembang (developing countries).

m)     Harus kalimat aktif dan terstruktur.
        Kalimat berita haruslah kalimat aktif, yaitu siapa melakukan apa dan siapa mengatakan apa. Setiap kalimat pada naskah berita hendaknya mengikuti struktur subjek-objek-predikat.

n)    Jangan terlalu banyak angka.
        Jagan terlalu banyak meletakan angka dalam suatu kalimat, kecuali diberikan grafik khusus agar penonton dapat mencerna informasi yang didengarnya.

o)    Hati-hatilah mencantumkan jumlah korban.
        Jika mendapatkan berita yang sangat penting mengenai bencana atau kerusuhan yang harus segera disiarkan, maka berhati-hatilah ketika mencantumkan jumlah korban atau kerugian. Beberapa penulis bahkan cenderung mengambil versi jumlah korban yang tertinggi untuk mendramatisasi berita, dan ini adalah tindakan yang kurang bertanggung jawab.

2.3    Kode Etik Televisi
a)    Prinsip jurnalistik
        Pada pasal 9 dikemukakan dua hal. Pada ayat (1) ditegaskan, lembaga penyiaran harus menyajikan informasidalam program faktualdengan senatiasa mengindahkan prinsip akurasi, keadilan dan  ketidakberpikkan (imparsialitas). Sedangkan pada pasal (2) dinyatakan, lembaga penyiaran wajib menggunakan bahasa indonesia yang baku, baik tertulis maupun lisan, khususnya dalam program berita berbahasa indonesia. Tordan alelevisi punya kewajiban dan tanggung jawab moral serta profesional untuk selalu meng iniguna kan bahasa jurnalistik yang benar dan baik. Televisi sebagai media yang paling banyak pemirsanya dan paling lam di tonton dibandingkan dengan media massa lain, mengemban fungsi edukasi kebangsaan yang harus dilaksanakan secara konsisten.

b)    Akurasi
        Dalam progaram faktual lembaga penyiaran bertanggung jawab menyajiakn informasi yang akurat. Sebelum menyiarkan fakta, lembaga penyiaran har,us memeriksa ulang keakuratan dan kebenaran materi siaran. Bila lembaga penyiaran yang belum dapatmemperoleh informasi dari pihak yang belum dapat dipastikan kebenarannya, lembaga penyiaran harus menjelaskan kepada pihak khalayak bahwa informasi itu versi berdasarkan sumber tertentu tersebut.
        ketentuan ini menekankan. Betapa media televisi harus dikelolah oleh tenaga-tenaga profesional yang tunduk kepada kaidah yang yuridis dan kode etik. Mereka tidak boleh didikte oleh kekuatan pemilik modal tetapi kemudian melupakan tanggungjawab moral sosialnya. Mereka memiliki hati nurani. Kreatif dan inovatif.yang bermanfaatkan bagi masyarakat. Televisi, semacam lembaga mainan. Se,iap pesan yang disiarkannya harus benar dan dapat dipertanggunjawabkan. Masyarakat kita sudah kritis. Informasi yang tidak akurat apalagi yang menyasetkan, harus dibuang jauh-jauh dari program televisi dan media massa lainnya.
        Pada ayat keempat, kelima, dan keenam, ditekankan tentang sumber materi siaran,tentang verifikasi, dan tentang kewajiban koreksi. Bunyi ketiga ayat tersebut sebagai berikut “Bila lembaga penyiran menggunakan materi siaran yang  diperoeh dari pihak lain, misalnya dari kantor berita asing, lembaga penyiaran wajib menjelaskan identitas sumber materi siaran tersebut, kepada khalayak. Saat siaran langsung, lembaga penyiaran harus waspada terhadap kemungkinan narasumber melontarkan pernyataan tanpa bukti atau belum bisa dipertanggung jawabkan kebenaranya, dan pembawa acara harus melakukan verifikasi atau meminta penjelasan lebih lanjut tentang fakta yang disampaikan narasumber atau persiapan tersebut.Lembaga penyiaran wajib segera menyiarkan koreksi apabila mengetahui telah menyajikan informasi yang tidak akurat.”

c)    Adil
        Tema ayat tertuang dalam pasal 11 yang meliputi enam ayat. Karena semua relevan, maka keenam ayat itu kita kutip dan dibahas disini. Ayat pertama, kedua, ketiga, masing-masing berbicara tentang informasi tidak lengkap,potongan gambar dan suara, dan tentang kewajiban memberi  penjelasan  kepada khalayak saat pengambila potongan gambar dan suara. Berikut bunyi ketiga ayat tersebut ”Lembaga penyiaran harus menghindari penyajian informasi yang tidak lengkap dan tidak adil. Penggunaan footage atau potongan gambar dan atau potongan suara dalam sebuah acara yang sebenarnya berasal dari program lain harus ditempatkan dalam konteks yang tepat dan adil sertarkan tidak merugikan pihak-pihak yang menjadi subjek pemberitaan. Bila sebuah program  potongan gambar dan atau potongan suara yang berasal dari acara lain, lembaga penyiaran wajib menjelaskan waktu pengambilan potongan gambar dan atau potongan suara tersebut.”
        Ketentuan pada ketiga ayat tersebut hendak menegaskan beberapa hal. Pertama tabu hukumnya bagi televisi untuk menyiarkan informasi yang tidak lengkap, apalag kalau informasi itu tidak adil. Kedua, televisi harus bekerja secara hati-hati serta proporsional.  pesan yang akan disiarkan harus dilihat dalam sudut pandang yang benih-jernih. Artinya tidketigak ada niat tersembunyi yang tidak  elok dan patut. Ketiga, televisi harus jujur pada dirinya dan terhadap khalayak pemirsa.
        Ayat keempat, kelima, dan ayat keenam, masing-masing berbicara tentang penyebutan terhadap orang-orang yang berperkara dalam hukum, kewajiban menyamarkan identitas tersangka, dan kewajiban media televisi menyiarkan hak jawab seseorang  yang mersa dirugikan akibat tayangan suatu program acara. Berikut bunyi ayat keempat, kelima dan keenam tersebut “Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka,kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. Jika sebuah program acara memuat informasi yang mengundang kritik yang menyerang  atau merusak citra seseorang atau sekelompok orang. Pihak lembaga penyiaran wajib mentediahkan kesempatan dalam waktu yang pantas dan setara bagi pihak yang dikritik untuk memberikan komentar atau argumen balik terhadap kritikan yang diarahkan kepadanya.”

d)    Tidak berpihak (netral)
        Tema tentang tidak berpihak atau sikap netral, tertuang dalam pasal 12 yang mencakup tiga ayat. Dari tiga ayat itu, dua ayat diantaranya kita kutip dan bahas disini. Ayat pertama berbicara tentang fakta objektif, ayat kedua menyinggung indenpendensi pimpinan redaksi dan tanpa tekanan. ketika menyiarkan suatu berita. Bunyi kedua ayat itu sebagai berikut “Pada saat menyajikan isu-isu kontroversial yang menyangkut kepentingan publk, lembaga penyiaran harus  menyajikan berita fakta dan opini secara objektif dan secara berimbang.”
        Pimpinan redaksi harus memiliki indenpendensi untuk menyajikan berita dengan objekfif,tanpa memperoleh tekanan dari pihak pimpinan ,pemodal atau pemilik lembaga penyiaran. Ketentuan pada kedua ayat ini hendak mengingatkan beberapa hal supaya senantiasa dijadikan rujukan oleh para pengelolah televisi terutama reporter dan editor.Pertama,dalam hal apa pun,kapan pun, di mana pun,dan terhadap siapa pun.Media televisi harus tetap objektif dan berimbang. Kedua pimpinan redaksi,haruslah orang  atau orang-orang yang memilki kapasitas dan integritas tinggi.Hanya dengan demikian, dia atau mereka tidak akan pernah tunduk pada tuntutan yang berada  diluar koridor profesi,idealisme, dan integritas dirinya.

e)    Privasi
        Pembahasan tentang privasi hanya dituangkan dalam satu pasal sebagaimana terdapat dan privasi (atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi) subjek dan objek berita. Pasal ini sejalan dengan pendapat pakar hukum Oemar Seno Adji tentang kemerdekaan pers dalam salah satu karya klasiknya, Mass Media dan Hukum (1977) . Kemerdekaan pers, tulis Oemar , harus diartikan sebagai kemerdekaan untuk mempuyai dan menyatakan pendapat dan bukan kemerdekaan untuk memperoleh alat-alat dari expression seperti dikemukakan oleh negara-negara sosialis.bebas jiban kebebasan dalam lingkungan batas-batas tertentu dengan syarat-syarat limitif dalam. Seperti oleh hukum nasional, hukum internasional, dan ilmu hukum. Kemerdekaan pers dibimbing oleh rasa tanggung jawab, dan membawa kewajiban-kewajiban (Adji, 1977: 102-104 dalam Sumadina, 2005:128).

f)    Pecegatan  (Doorstopindoorstoping)
        Ketentuan tentang pencegatan ( doorstoping ) dituangkan dalam pasal 22 tanpa dijabarkan dalam ayat-ayat . Bunyinya sebagai berikut “Pencegatan adalah tindakan menghadang narasumber tanpa  perjanjian untuk ditanya atau diambil gambarnya. Dalam hal ini, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut. Lembaga penyiaran hanya dapat  melakukan pencegatan diruang  publik.  Lembaga penyiaran dapat melakukan pencegatan selama itu tidak melibatkan upaya memaksa atau mengintimidasi narasumber. Lembaga penyiaran harus menghormati untuk tidak menjawab atau tidak berkomentar.”
        Jelas sudah ketentuan ini sangat menuntut kesungguhan profesioanalisme dan sikap etis kalangan jurnalis. Tanpa pemahaman sekaligus pengamatan atas profesionalime dan kode etik jurnalistik secara taat asas (konsisten), ketentuan ini akan cenderung akan selalu dilanggar oleh para jurnalis. Apalagi tingkat persaingan antarmedia, terutama media informasi hiburan televisi (television  infotainment) , dewasa ini sangat keras tajam. Berdasarkan hasil survei, tayangan jes ini ternyata disukai pemiras, walau materi isinya banyak yang masuk dalam kategori “remeh-temeh”. Seorang  pakar komunikasi dari Bandung  bahkan menyebutnya sebagai informasi sampah (junk food new).

g)    Eksploitasi Seks
        Eksploitasi seks tertuang dalam pasal 44 yang mencakup empat ayat. Dari empat ayat itu tiga ayat diantaranya kita kutip dan bahas disini. Ayat pertama menyinggung tentang lagu dan klip bermuatan seks, ayat kedua berkaitan dengan adegan tarian atau lirik sensual, dan ayat ketiga mempersoalkan adegan atau lirik yang bernada merendahkan perempuan. Bunyi ketiga ayat tersebut sebagai berikut “Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan lagu dan klip video berisikan lirik bermuatan seks, baik secara eksplisit maupun implisit. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan adegan tarian dan atau lirik yang dapat dikategorikan sensual, menonjolkan seks, membangkitkan hasrat seksual atau memberikan kesan hubungan seks. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program adaegan dan atau lirik yang dapat dipandang  merendahkan perempuan menjadi sekedar objek seks.”
        Dalam buku lain, ia menegaskan, seks diseluruh dunia sudah menjadi komoditas industri. Seks dalam segala dimensi dan dan implikasi, dieksploitasi habis-habisan oleh industri media. Berbagai dalil  dan argumen dikemukakan, antara lain sudah dianggap wilayah sosial yang boleh dibicarakan atau bahkan ditonjolkan secara terbuka dan diruang –ruang terbuka  pula.

h)    Kata-kata kasar dan makian
        Kententuan dan kata-kata kasar dan makian tertuang dalam pasal 52 yang mencakup dua ayat: ayat pertama tentang penggunaan kata-kata kasar, dan ayat kedua mengenai cakupan bahasa yang menyiarkan kata-kata kasar dan makian itu, baik secara verbal mauoun nonverbal. Bunyi kedua ayat tersebut sebagai berikut “lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa  atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok, mesum, cabul, vulgar, serta menghina agama dan tuhan. Kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik diungkapkan secara verbal maupun nonverbal.”















BAB III

PENUTUP
3.1 Simpulan
        Munculnya media televisi sebagai media elektronik memberi pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat saat ini. Televisi adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari dan menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan informasi bagi masyarakat. Televisi (TV) memiliki kelebihan tersendiri dengan gambar bergeraknya, karena khalayak cenderung menggunakan media TV sebagai sarana hiburan, informasi maupun pengetahuan sehingga membuat informasi dan pesan yang disampaikan lebih menarik dan menyenangkan pemirsanya dibanding media lainnya. Berbicara mengenai isi acara televisi, beragam acara pun telah dihadirkan oleh televisi kepada khalayaknya. Mulai dari tayangan film, sinetron, reality show, komedi situasi, talk show, berita, iklan maupun beragam tayangan internasional.

3.2 Saran
        Dengan adanya penulisan jurnal ini diharapkan dapat membantu dan menambah wawasan bagi para pembaca untuk mengetahui lebih jauh mengenai penulisan berita untuk televisi. Dalam penulisan jurnal ini tentulah mempunyai banyak kekurangan-kekurangan yang perlu dilengkapi oleh pembaca-pembaca yang memiliki disiplin ilmu tentang pembahasan ini. Oleh masukanya yang bersifat membangun sangat diharapkan, semoga bermanfaat untuk mengisi kebutuhan akan bacaan bagi mahasiswa yang terkait dengan pengembangan pola pikir yang sejajar, selaras, seimbang dan yang menyukai penulisan jurnalistik.







DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. 2004. "Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi". Yogyakarta:                    Media Abadi.
Divo Bius nggemar Jakarta", dalam "Seputar Indonesia", Rabu, 21 Februari 2007.                 Hlm. 16.





















TUGAS
PENGANTAR JURNALISTIK






OLEH
WAHAR NINA
(A2D1 09163)


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
 
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
1.2    Rumusan Masalah
1.3    Tujuan Penulisan
1.4    Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Televisi
2.2 Prinsip Menulis Untuk Televisi
2.3 Kode Etik Televisi

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA







KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat yang diberikan kepada kita semua sehingga penuisan makalah ini dapat saya susun sesuai dengan kemampuan dan dapat terlesaikan sesuai waktu yang diberikan.
Dan tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah maembantu hingga terselesainya makalah ini. Semoga makalah ini dapat membantu para pembaca dalam rangka menulis jurnalistik yang baik, terutama penulisan jurnalistk untuk televisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar